Kalau Pati? Adakah sesuatu yang istimewa yang datangnya dari Pati? "Apa ya? Rasanya tidak ada tuh. Oh ya kyai, para kyai langitan banyak dari Pati haha...." jawab seorang teman yang berasal dari Jawa Tengah. Hanya kyaikah? Bagaiamana dalam soal kuliner?
Di seberang pintu utama Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan banyak terdapat warung tenda yang menjajakan aneka masakan nusantara. Warung-warung itu buka mulai pukul 17.00 sampai larut malam. Ada Gudeg Jogya, Ayam Taliwang Lombok, Sate Padang, Sate Madura, Mie Jawa, Soto Solo, Bakso Gunung Kidul, aneka masakan Manado, Cina sampai roti canek India. Kalau Anda punya apresiasi khusus terhadap khazanah kuliner nusantara, lokasi ini mungkin layak masuk dalam daftar. Tempat ini selalu ramai, apalagi pada malam-malam di akhir pekan dan menjelang hari libur nasional. Bagusnya lagi, di sini tidak ada pengamen, lahan parkirnya juga luas.
Nah, ini dia! Di situ ada pula Nasi Gandul Khas Pati. Warung tenda berukuran kurang lebih 2x2 meter itu milik Ibu Hartati. Hanya ada dua meja di dalamnya. Sudah dua tahun Hartati jualan nasi gandul. Sebelumnya ia punya kios rokok kecil di kawasan itu.
"Berdagang rokok dilarang, hanya boleh dagang makanan. Saya memutuskan untuk jualan nasi gandul saja. Kebetulan saya dari Pati dan tahu cara bikin nasi gandul. Sebetulnya enakan jualkan rokok, tidak capek," kata Hartati.
Nama nasi gandul asing buat saya. Itulah mendorong saya untuk mencobanya. Ternyata wuueenak juga! Rasa rempah dalam kuahnya sangat kuat.
Secara rasa, nasi gandul agak mirip soto betawi. Seperti pada soto betawi, nasi gandul juga menggunakan kuah bersantan dan berisi aneka olahan daging sapi.
Letak keunikannya ada pada cara menyajikan dan menyatapnya. Nasi disajikan dalam piring yang dialasi daun pisang. Nasi tidak menyentuh piring. Dalam mangkuk terpisah disajikan kuah coklat yang kaya rempah dan berisi daging sapi. Anda bisa pilih sesuai selera: mau empal, paru, hati, kikil, atau kaki sapi. Ibu Hartati juga menyediakan tempe mendoan. Nasi lalu dibanjiri kuah.
Cara menyatapnya pun unik. Makanan berkuah paling nyaman tentu disantap dengan menggunakan sendok dan garpu. Tetapi Ibu Hartati tidak menyediakan sendok dan garpu. Saya bingung, lalu meminta sendok. Belakangan saya tahu, setelah memperhatikan orang di meja sebelah, bahwa menyantap nasi gandul tidak perlu sendok garpu, cukup pakai daun pisang.
Pantas saja di pinggir piring saya ada daun pisang yang dipotong memanjang dan dilipat dua. Dengan menggunakan daun pisang itu, nasi yang sudah basah kena kuah tinggal diciduk. Bagi pemula, awalnya mungkin agak ribet tetapi kalau sudah tahu caranya, nyaman juga dan rasa masakannya jadi lebih mantap.
"Justru jadi lebih enaknya karena makannya pakai daun pisang itu, Mas," kata Hartati.