Kamis, 30 Januari 2025
cuplik.com - Jakarta - Harga BBM sudah diturunkan, sehingga ikut mendorong koreksi terhadap harga produk-produk elektronik. Tapi celakanya fluktuasi dolar bisa menjadi penghambat mengingat produsen harus membayar bahan baku dengan mata uang AS.
Andry Adi Utomo, Asisten GM Marketing Home Appliance Sharp Electronics Indonesia mengatakan kenaikan BBM tahun lalu menyebabkan harga elektronik naik. Tapi meskipun harga BBM telah diturunkan pemerintah, tapi harga elektronik belum turun.
Produk elektronik sulit menyesuaikan harga, karena bahan baku dibayar dengan dolar. Pada waktu harga elektronik naik, kurs dolar masih di kisaran Rp 9.000. Tapi kini berada di atas Rp 10 ribu, sehingga elektronik sulit turun, seperti saat kurs di kisaran Rp 9.000.
Meskipun sudah diproduksi di Indonesia, tapi harga produk elektronik Sharp sangat tergantung pada dolar. Andri mengatakan, komponen lokal yang digunakan sangat tinggi. Seperti mesin cuci telah di atas 60%. Tapi permasalahnya untuk pembayaran pemasok dari dalam negeri juga harus menggunakan dolar.
“Untuk beli yang kecil-kecil saja seperti baut juga harus dengan dolar, bagaimana harga bisa turun,” kata Andry. Ia mengatakan kondisi di Tanah Air memang kurang menguntungkan. Berbeda dengan negara tetangga seperti Malaysia yang memberlakukan aturan yang ketat, harus membayar dengan ringgit.
Tapi untungnya, kata Andry, produk Sharp seperti mesin cuci sudah diproduksi di Indonesia. Jika harus diimpor, maka ongkosnya akan sangat mahal, dan harga menjadi kurang kompetitif. “Makanya kami sangat ngotot ke prinsipal di Jepang agar di bangun pabrik di Indonesia,” tandasnya.
Ia mengatakan, krisis menyebabkan penjualan akan lesu. Untuk menutupnya, Sharp melakukan efisiensi pada biaya yang tidak perlu. Selain itu, juga menawarkan produk dengan harga lebih terjangkau menyesuaikan dengan daya beli konsumen.
Wakil Presiden Direktur PT Panasonic Gobel Indonesia Rinaldi Sjarif mengatakan hal serupa. Meskipun kandungan lokal sudah tinggi, tapi harga elektronik tergantung pada pada fluktuasi dolar. ‘Pemasok memang lokal, tapi mereka membeli bahan baku juga dari luar dan bayarnya juga harus dengan dolar,” jelasnya.
Rinaldi mengatakan memang lebih bagus jika semua transaksi dengan rupiah. Tapi untuk memberlakukan itu di industri akan sulit. Karena masing-masing punya pertimbangan sendiri menyangkut bisnisnya dan tidak ada yang berani mengambil resiko. “Perlu aturan yang tegas dan sepertinya harus pemerintah yang turun tangan,” tambahnya.
Walhasil, harga produk elektronik tetap tinggi mengikuti pergerakan dolar.
Kenaikan harga itu sudah terjadi sejak akhir 2008 lalu. Untuk ke depan apakah harga elektronik bisa turun hal itu tergantung dari kurs dolar.
Tapi untuk mengimbangi harga yang tinggi, Panasonic memberikan manfaat penghematan biaya pengoperasiannya. Rinaldi menjelaskan seperti AC baru Panasonic bisa dioperasikan dengan biaya listrik yang lebih murah. ”Jadi pengeluaran besar di depan, tapi biaya pengoperasiannya murah,” imbuhnya.
Meskipun harga lebih tinggi dibanding merek Korea atau China, Rinaldi mengatakan produk Panasonic tetap kompetitif. Kelebihan harga Panasonic sebanding dengan manfaat produk yang ditawarkan.
Terlebih pada saat ini pemerintah mengetatkan kran impor, sehingga harga produk elektronik dari China tidak lagi semurah seperti dulu. ”Mereka sekarang harganya tidak beda jauh,” kata Rinaldi.
Produk elektronik lain, Electrolux juga menyesuaikan harga dengan fluktuasi dolar. Harga produk Electrolux terhitung juga lebih mahal karena masih dimpor. Untuk bersaing, Electrolux mengunggulkan teknologi dan penghematan.
Presiden Direktur Electrolux Indonesia Johannes Budiman mengatakan, teknologi Electrolux seperti pada mesin cuci sistem front loading merupakan yang paling efisien. Jika dibandingkan dengan model lain, maka penghematan air mesin cuci front loading jauh lebih banyak. Selain itu juga hemat deterjen dan listrik.
“Masalah lingkungan kini makin menjadi perhatian masyarakat. Manfaatnya akan sangat besar jika air yang digunakan untuk mencuci bisa dihemat,” katanya.
Electrolux kata Johannes akan terus konsentransi di segmen high end dimana pasar perusahaan ini kuat. Electrolux tidak akan menawarkan produk yang lebih murah karena produk masih diimpor sehingga akan sulit bersaing dengan merek lain.
Electrolux belum merencanakan untuk membuka pabrik, meskipun sudah lama beroperasi di Indonesia. Johannes mengatakan, pada 1998 lalu Electrolux pernah akan membuka pabrik, tapi karena ada kerusuhan maka rencana itu dibatalkan
