Delapan Jam perjalanan dari Surabaya, sampailah kami yang tergabung dalam Sejawat Jawa Timur di Desa Jambe Wangi, Kecamatan Sempu, Kabupaten Banyuwangi. Udara sejuk pegunungan langsung menyergap dan berhasil menyuntikkan energi baru bagi peserta yang disergap penat selama menempuh perjalanan Surabaya - Banyuwangi.
Di bawah komando Ir Armuji, Ketua Sejawat Komisi C DPRD Kota Surabaya, mereka bagian dari 200 peserta Sejawat I Tour de Lereng Gunung Raung dengan bersepeda gunung. Jarak tempuh atau rute yang disiapkan dalam tour de Lereng Gunung Raung itu sejauh 38 kilometer. Meliputi jalanan desa, jalan setapak, jalanan di antara rerimbunan semak belukar dan pepohonan hutan, serta rintangan sungai dan tanjakan.
Setelah istirahat sejenak di wisma Perhutani yang satu areal dengan Tempat Penimbunan Kayu (TPK) Perhutani wilayah Sempu, rombongan melakukan berbagai persiapan. Salah satunya melakukan pengecekan sekaligus tes pada sepeda gunung yang akan digunakan. Tak hanya itu, berbagai perlengkapan yang dibutuhkan saat menyusuri rute ikut disiapkan. Di antaranya obat-obatan, peralatan sepeda dan suplemen penguat stamina badan.
Tenda juga didirikan untuk leyehan di TPK. Suasana alami yang sejuk, membuat mereka memilih beristirahat di alam bebas dibanding di dalam ruangan wisma TPK. “Lebih nyaman tidur di tenda,” ujar Budianto, salah seorang peserta tour.
Tak lama kemudian, rombongan dari Lumajang, Sitobondo, Bondowoso dan tuan rumah Banyuwangi tiba. Disusul Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, dan perwakilan dari kabupatan dan kota di Jatim lainnya. Sekitar pukul 19.00 WIB, seluruh peserta tour melakukan pertemuan ramah tamah di areal TPK sambil menikmati makan malam.
Di sela acara, peserta yang ternyata melebihi kuota itu, mendapatkan briefing singkat tentang rute yang akan ditempuh. “Hampir 80 persen dari rute merupakan jalanan setapak di antara pohon dan semak belukar hutan. Sisanya jalan desa,” ujar Siswanto, sie acara dari tuan rumah Banyuwangi.
Menanjak, Mendaki
Minggu pagi, di areal TPK yang dijadikan sebagai lokasi start dan finish, peserta tour mulai berdatangan. Pukul 06.15 WIB, peserta dilepas Armuji, Ketua Umum Sejawat I. Di awali rute jalanan desa berjarak lima kilometer, dilanjutkan rute jalan setapak di antara perkampungan penduduk. Usai perkampungan penduduk, rute selanjutnya adalah jalan setapak di antara sawah dan ladang penduduk. Jarak tempuh pada rute ini sekitar 10 kilometer.
Selanjutnya, jalan setapak di antara pepohonan pinus, menjadi rute perjalanan yang mulai memicu adrenalin. Suasana gelap di antara rerimbunan pohon ditambah sunyinya lingkungan sekitar, membuat peserta mulai meningkatkan kewaspadaan. Apalagi, di antara jalanan itu tanjakan pun tampak.
Adrenalin semakin terpacu, ketika kayuhan sepeda gunung mulai memasuki jalanan tanjakan yang kanan kirinya dipenuhi semak dan tanaman perdu. Bagi peserta yang tidak mengenakan celana panjang, alhasil duri dan ranting perdu membuat kulit betis dan paha dihiasi luka goresan. “Aduh, kalau kena keringat, rasanya pedih sekali,” ujar Sentra, peserta dari Sidoarjo, ketika menemukan betisnya penuh luka goresan.
Di antara rerimbunan perdu, para peserta ternyata harus menyeberang sungai dangkal selebar kurang lebih dua meter. Setelah melewati sungai, bukannya selesai, rintangan tanjakan dengan kemiringan hampir 60 derajat harus dilewati. Bagi yang tidak mampu ngontel, peserta wajib mengangkat dan memikul sepedanya. Rute penuh rintangan itupun harus dijelajahi sepanjang tujuh kilometer.
Sisanya, peserta melewati jalan setapak yang kanan kirinya berupa perkebunan tebu, cengkih, kopi, sengon, dan cemara. Ayam hutan pun ikut mengiringi perjalanan peserta menyusuri rute yang seluruhnya berada di wilayah Kecamatan Sempu. Indahnya pemandangan, membuat diantara peserta yang membawa kamera, menyempatkan diri untuk mengambil gambar. Baik pemandangan alamnya maupun diri beserta kelompok sesama peserta tour.
Di antara rute tersebut, terdapat dua pos yang bisa dimanfaatkan peserta untuk istirahat. Diakhir acara Armuji mengungkapkan akan kembali menggelar acara Sejawat II dengan medan yang lebih menarik lagi. “Rencananya setiap tiga bulan sekali, kami akan menggelar kegiatan Sejawat di daerah-daerah yang memiliki medan menarik seperti ini. Selain memicu adrenalin pecinta sepeda gunung, kami juga ingin mengenalkan wisata yang masih belum dikenal di daerah-daerah yang kami tuju,” tandasnya.
Wisata Religi Hindu Baru
Di balik keindahan alamnya, lereng Gunung Raung ternyata telah dikenal dekat oleh masyarakat pemeluk agama Hindu. Baik itu dari warga Hindu asal Bali, Jawa Mataraman hingga warga Hindu India. Hal itu dikarenakan banyaknya situs, baik berupa candi maupun pura, yang telah menjadi tujuan napak tilas religi mereka.
Situs yang sudah dikenal paling lama adalah Pura Giri Mulya, yang terletak di dusun Sugihwaras, Desa Bumiarjo, Kecamatan Glenmore. Pura ini dikenal sejak tahun 1968, dan setiap tahunnya sering dikunjungi para pemeluk Hindu dari berbagai daerah.
Menurut pemangku yang mengelola Pura, Santra, 89, pada pura tersebut terdapat kisah bila Resi Markandia dari India pernah menjadikannya sebagai tempat semedi. “Hal itu juga terungkap dalam kitab suci Weda. Resi Markandia sebelum sampai di Bali, lebih dulu bersemedi di daerah lereng Gunung Raung, Banyuwangi ini,” ungkap Santra.
Selain pura Giri Mulya, pura lain yang diakrabi pemeluk Hindu adalah Pura Ngesti Darma di Dusun Sumberrejo, Desa Jambe Wangi, Kecamatan Sempu. Pura yang telah diketahui sejak tahun 1970an itu, sampai saat ini sebatas digunakan untuk sembayang pemeluk Hindu Banyuwangi yang umumnya berasal dari suku Jawa Matramanan.
Di antara dua pura yang dikenal itu, lereng Gunung Raung juga masih menyimpan situs Hindu lainnya. Salah satunya candi Agung yang baru ditemukan tiga tahun terakhir di Dusun Gumuk Kancil, Desa Bumiarjo, Kecamatan Glenmore dan reruntuhan situs yang ditemukan 23 September 2007 di Dusun Krajan, Desa Jambe Wangi, Kecamatan Sempu.