Diapit empat kecamatan -Tondano, Eris, Kakas, Emboken- membuat Danau Tondano acap disebut danau sarang burung. Tempat ini hanyalah satu dari beberapa objek wisata lain yang ada di Kabupaten Minahasa. Lokasinya sekitar 30 kilometer dari Kota Manado, dan 3 kilometer dari Kota Tomohon.
Setelah gagal menikmati Taman Laut Bunaken, karena cuaca dan arus air laut di daerah tersebut sedang tidak bersahabat. Padahal saya bersama rombongan dari PT Merpati Nusantara Airlines (MNA), telah semalaman menginap di Hotel Santika Manado yang terletak di Kecamatan Tongkaina Molas, tak jauh dari Taman Laut Bunaken.
Saya sempat kecewa atas pembatalan tersebut, apalagi rekan-rekan reporter asal Manado ikut memprovokasi. “Untuk apa kesana? Mau lihat eceng gondok? Di Jawa kan banyak yang seperti itu,” canda Stanly Oroh, reporter harian bisnis asal Manado, ketika saya berniat menyingahi Danau Tondano.
Dari Tongkaina, dengan melewati Manado dan Tomohon, yang merupakan kota di dalam wilayah Kabupaten Minahasa, butuh waktu tiga jam untuk sampai ke Danau Tondano. Sepanjang perjalanan, pembangunan di daerah ini sudah cukup maju. Jalan raya beraspal mulus. Malah, antara Manado dan Tomohon, areal permukiman mewah yang dibangun perusahaan properti milik pengusaha Ir Ciputra terlihat di sana sini. Letaknya di antara perbukitan.
Unik, di salah satu sudut bukit, berdiri patung Yesus setinggi 10 meter. Menurut om Oni, pemandu tur kami, patung itu berbahan fiberglas. “Keberadaan patung itu menunjukkan bila mayoritas warga Manado menganut agama Kristen,” jelasnya.
Setelah patung Yesus terlewati, perjalanan sampai di daerah Lotta, Pineleng, Kabupaten Minahasa. Di sini terdapat makam pahlawan nasional Tuanku Imam Bonjol asal Padang, Sumatera Barat dan Kyai Mojo, dari Jawa Tengah. Saat penjajahan Belanda, keduanya diasingkan di tempat ini hingga ajal menjelang. Selain makam, keduanya juga berhasil menyiarkan agama Islam di daerah ini. Setelah itu barulah kami masuk Kota Tomohon, yang juga disebut sebagai Kota Bunga.
Suasana kota ini cukup sejuk, karena diapit oleh dua gunung, yang salah satunya masih aktif, yaitu Gunung Lokan. Kurang lebih 30 menit dari Kota Tomohon, sampailah ke Danau Tondano yang lokasinya berada ketinggian 600 meter di atas permukaan laut.
Ternyata benar. Tanaman eceng gondok mendominasi areal danau seluas 4.278 meter persegi itu. Tapi tanaman itu membuat danau menjadi lebih indah. Di sekeliling danau, terlihat hijau pegunungan yang memiliki ketinggian 100 meter dari atas permukaan danau. Saya lebih setuju dengan sebutan danau sarang burung karena bentuknya yang mirip sangkar lantaran dikelilingi bukit. Bukan dikelilingi empat kecamatan. Warna kehijauan pegunungan dan air danau yang sejuk membuat rasa kecewa batal berkunjung ke Taman Laut Bunaken, hilang.
Selanjutnya rombongan pun masuk areal Danau Tondano melalui daerah Kecamatan Tondano Barat. Senyum warga sekitar terlihat menyapa kami. Terutama para oma dan opa, yang berasal dari suku Minahasa dan fasih bercakap dalam bahasa Belanda. Tujuh pemuda ikut menyambut dengan tarian Cakalele.
Keindahan danau pun kembali menyapa ketika saya berjalan menuju ke rumah panggung dari bambu yang menjorok ke tengah danau. Dari tempat itu, terlihat kegiatan dan rumah warga sekitar danau yang asyik mencari ikan dengan sampan kecil. Ada pula di antara mereka yang sibuk mengambil eceng gondok. “Mereka sudah bisa memanfaatkan eceng gondok untuk barang kerajinan. Salah satunya tas,” ujar Erwin, salah satu pengelola areal wisata Danau Tondano.
Kurang lebih satu jam saya menikmati keindahan danau ini. Rasanya berat untuk meninggalkannya. Tapi perut keroncongan, membuat saya harus bergeser ke rumah makan. Akhirnya seluruh rombongan pun meninggalkan Danau Tondano dengan rasa puas, menuju ke Kota Manado untuk menikmati makan siang.