Azzam, mahasiswa senior jurusan bisnis di Bethlehem University, dipanggil untuk wawancara kerja di kawasan Tepi Barat. Gadis ini berharap, setelah lulus kuliah Desember mendatang, ia dapat segera bekerja sebagai staf pemasaran di perusahaan tersebut.
Gadis itu memang berhasil ke Ramallah. Namun, dalam perjalanan pulang ke Bethlehem, kendaraan yang ia tumpangi diberhentikan tentara Israel. Rupanya ada pemeriksaan identitas.
Ketika tiba pada gilirannya, Azzam menunjukkan kartu identitas kepada tentara Israel. Tapi, kalimat yang didengar Azzam dari tentara Israel itu kontan membuatnya terkejut. Tentara Israel menyatakan bahwa Azzam tidak diperkenankan melanjutkan perjalanan, atau dengan kata lain, Azzam tidak diizinkan pergi dari lokasi pemeriksaan.
Dalam sebuah wawancara, Azzam mengisahkan kelanjutan proses pemeriksaan tersebut. Ia mengingat, para tentara Israel menutup matanya dengan kain, memborgol tangannya, serta memasukkannya ke sebuah kendaraan militer.
"Aku benar-benar tidak punya ide atas apa yang akan mereka lakukan padaku atau akan ke manakah mereka membawa aku," imbuhnya.
Azzam lantas dipindahkan dari kawasan Tepi Barat menuju ke Jalur Gaza. Apa yang menimpa dirinya Rabu (28/10) silam dikenang Azzam sebagai pengalaman yang serbamenakutkan dan tidak berperikemanusiaan. Kisah Azzam mendapat tanggapan dari Israel. Pihak militer Israel mengeluarkan pernyataan bahwa Azzam tinggal secara ilegal di Tepi Barat dan hanya memegang surat izin tinggal sementara.
Dalam surat izin tinggal disebutkan bahwa Azzam diperkenankan tinggal di Yerusalem hanya untuk beberapa hari pada Agustus 2005. Gadis ini menghabiskan masa kecil di Gaza. Empat tahun lalu, Azzam meninggalkan rumah setelah menerima surat izin bepergian ke Tepi Barat. Azzam menyadari bahwa surat yang dikeluarkan Pemerintah Israel ini sifatnya sementara. Azzam memutuskan tetap tinggal di Tepi Barat karena menurutnya hanya di tempat inilah ia memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan.
Azzam sudah menduga kejadian yang dialaminya itu dapat menimpa dirinya kapan saja. Gadis ini mengaku takut jika peristiwa pemeriksaan dan deportasi paksa terulang kembali. Kejadian yang menimpa Azzam merupakan salah satu bagian upaya Israel menyingkirkan kelompok pejuang Hamas, Palestina.
Akhir-akhir ini, Israel semakin mengencangkan peraturan dan larangan bagi warga Palestina yang banyak menghuni kawasan pinggir pantai. Larangan juga dikeluarkan bagi penduduk Jalur Gaza yang diterima di berbagai universitas di Eropa dan Amerika Serikat (AS).
Para akademisi di Bethlehem University menyatakan keprihatinan atas kasus yang menimpa Azzam. Mereka cemas jika kasus Azzam nantinya akan melanda mahasiswa lain yang berasal dari Gaza. "Ini (kasus Azzam) bukan semata-mata masalah politik. Ini menyangkut kehidupan seorang wanita muda yang ingin meraih impiannya lewat pendidikan perguruan tinggi," ungkap pejabat Bethlehem University Frater Jack Curran.
Sejak Hamas menguasai Jalur Gaza, Israel memblokade wilayah tersebut dan menghalangi akses warganya untuk keluar atau masuk. Setelah agresi Israel pada awal tahun ini, rezim Zionis semakin mengetatkan blokade, baik itu untuk bahan makanan, bahan bangunan, atau pun akses warga Gaza untuk mendapatkan pendidikan di luar wilayah tersebut.