"Di lingkungan KPK sampai saat ini belum pernah dengar ada mafia hukum atau makelar kasus," kata Tumpak dalam rapat kerja antara Komisi III DPR RI dan KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung di gedung DPR, Jakarta, Rabu (18/11).
Menurut Tumpak, yang sering ditemui adalah orang luar KPK yang mengaku sebagai karyawan KPK. Oknum tersebut mengaku bisa menyelesaikan kasus dan melakukan pemerasan di luar gedung KPK.
Tumpak mengatakan, pihaknya telah menindak sedikitnya 10 kasus semacam itu. "Semua sudah diproses di kepolisian," katanya.
Menurut Tumpak, setiap saksi dan tersangka yang menjalani pemeriksaan di KPK harus membuat pernyataan untuk tidak memberikan apapun kepada petugas KPK.
Namun demikian, Tumpak menegaskan, pihaknya akan tetap memperkuat mekanisme pengawasan internal untuk memperkuat integritas pegawai.
Selain itu, KPK juga memperkuat mekanisme pengawasan secara teknis untuk menghindari masuknya pihak luar untuk mengacaukan sistem yang sudah dibangun.
"Maka setiap orang yang datang ke KPK selalu dapat diidentifikasi melalui rekaman," katanya.
KPK juga telah mengirimkan pemberitahuan kepada semua pejabat negara, baik di pusat maupun daerah, untuk segera melapor jika ada orang yang mengaku bisa menyelesaikan kasus yang sedang ditangani oleh KPK.
"Informasi yang masuk mengenai personel KPK akan ditindaklanjuti oleh Pengawasan Internal," kata Tumpak menegaskan.
Pernyataan Tumpak itu senada dengan rekomendasi Tim Delapan yang disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Selain merekomendasikan penghentian kasus yang menjerat pimpinan KPK nonaktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, Tim Delapan juga meminta presiden untuk membuat program nyata pemberantasan makelar kasus.
Namun, pernyataan Tumpak dibantah oleh anggota Komisi III Gayus Lumbuun. "Ada fakta yang memperlihatkan oknum KPK pernah dibawa ke pengadilan," katanya.
Gayus meminta KPK tetap fokus dalam menjalankan tugas dan melakukan pembersihan diri. Menurut dia, fenomena makelar kasus yang ada di Kejaksaan dan Kepolisian bisa juga terjadi di KPK.