Cuplik.Com - JAKARTA--Prof Akhmaloka, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), terpilih sebagai Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) periode 2010-2014 dalam proses pemilihan rektor di Gedung Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Jakarta, Senin (23/11) malam.
Dalam pemilihan tersebut, Prof Loka, sapaan akrab Prof Akhmaloka, unggul atas dua kandidat lain yaitu Prof Indra Djati Sidi dan Prof Adang Surahman dalam pemilihan yang dilakukan melalui pemungutan suara (voting) itu.
Prof Loka mendapat 19 suara, Prof Adang 5 suara dan Prof Indra Djati Sidi 3 suara.
Dalam pemungutan suara itu, komposisi suara terbagi atas Menteri Pendidikan Nasional (35 persen suara), dan 65 persen sisanya dibagi untuk anggota Majelis Wali Amanat (MWA) ITB yang terdiri dari 20 orang, termasuk di dalamnya Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.
"Dalam pemilihan ini tak ada yang kalah atau menang. Hanya mereka mempercayakan amanat ini kepada saya," kata Prof Loka ketika dimintai pendapatnya terkait dengan kemenangannya.
Didampingi Rektor ITB periode 2005-2010, Djoko Susanto, Prof Loka menuturkan, banyak hal yang akan dilakukan ITB di masa depan. Salah satunya, ITB akan mempublikasikan lebih banyak hasil-hasil penelitian yang berguna bagi masyarakat. Tentunya, lanjutnya, dengan mempertimbangkan keunikan lokal Indonesia. Misalkan, pengembangan bangunan tahan gempa atau energi alternatif.
"Banyak penelitian di ITB yang sebenarnya bisa dikembangkan lagi menjadi produk-produk unggulan yang tidak saja membanggakan ITB, tetapi juga negeri ini. Karena itu,ITB di masa depan akan bertindak lebih konkrit lagi dan mengarah kepada pengembangan produk," kata pria kelahiran Cirebon, 1 Februari 1961 itu.
Ditanyakan soal dukungan dana, Prof Loka mengakui hal itu dana menjadi kendala bagi sejumlah penelitian yang sebenarnya bermanfaat bagi kemaslahatan umat. ITB akan menjalin kerjasama dengan para pihak, termasuk asing, untuk membuat "joint research".
"Kalau tahu caranya, kita bisa melakukan penelitian dengan dana terbatas. Tetapi dengan asing adalah alternatif terakhir," ujar doktor bioteknologi lulusan University Kent, Canterbury, Inggris.
Prof Loka mengatakan, dana bantuan penelitian yang diberikan pemerintah terbilang kecil, di kisaran Rp50 juta hingga Rp150 juta. Padahal, lembaga penelitian asing bisa memberi bantuan penelitian hingga maksimal 100 juta dolar Amerika.
"Kalau melihat angka-angka seperti ini, bantuan pemerintah rasanya kecil sekali. Tetapi kita bisa maklumi itu. Yang penting, kita harus berusaha mencari dana, tanpa mengorbankan harga diri bangsa," katanya.
Sementara itu, Djoko Sutanto menambahkan, hasil penelitian ITB cukup berwibawa di kalangan lembaga penelitian asing. Hal itu terlihat dari "citizen index" dimana bisa diketahui dengan cepat pihak mana saja yang merujuk pada hasil-hasil penelitian ITB.
"Dari 'citizen index' itu, hasil penelitian ITB cukup banyak di klik para pihak. Ini berarti hasil penelitian ITB layak dikembangkan lebih lanjut," tambah Djoko Sutanto.