Koordinator Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang mengatakan pengangkatan menteri merupakan hak preogatif Presiden terpilih. Nah, dalam menyusun komposisi kabinet biasanya Presiden memerhatikan efektifitas pemerintahan, terutama fokus program kerja.
Apalagi, belakangan dalam UU tersebut tidak dicantumkannya kementerian koperasi dan UKM secara ekplisit dalam UU tersebut yang merupakan salah satu inti perekonominan nasional.
"Kalau tidak disebutkan secara eksplisit apakah dibubarkan begitu saja, atau dilebur," katanya kepada wartawan di Jakarta, Minggu (22/2/2009).
Dia juga menyoroti tidak adanya ketentuan sanksi bagi presiden terpilih jika mengabaikan keberadaan UU itu. Menurut Sebastian, kalaupun di UU jumlah kementerian dibatasi 34 instansi, berpotensi diabaikan karena harus sesuai dengan kebutuhan.
"Bisa jadi nantinya jumlah kementerian lebih banyak atau kurang dari ketentuan UU karena diseusaikan dengan kebutuhan," ungkapnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR Lukman Hakiem mempersoalkan UU Kementerian Negara. Sebab, UU itu berpotensi mendegradasi kementerian koperasi dan UKM. Mengingat, UU Ketenagakerjaan tidak menempatkan koperasi dan usaha kecil menengah sebagai urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang- Undang Dasar 1945.
"Ekonomi kerakyatan diatur dalam UUD 1945, jadi tidak bisa diabaikan," ujarnya.
Seperti diberitakan, Fraksi PPP meminta pemerintah untuk meralat UU Kementerian Negara. Sebab, lolosnya UU Kementerian Negara itu akibat adanya kelalaian administratif dari pemerintah. Pasalnya sesuai risalah rapat paripurna DPR ke-9 telah mengemuka interupsi dari Aria Bima (FPDIP) dan Lukman Hakiem (FPPP) yang mengusulkan agar urusan pemerintahan terkait koperasi, usaha kecil dan menengah dimasukan ke dalam pasal 5 ayat 2 UU Kementerian Negara.
Hal ini dikarenakan koperasi dan usaha kecil menengah masuk dalam ruang lingkup yang disebutkan dalam pasal 33 ayat 1 dan ayat 4 UUD 45. Bahkan, Ketua Pansus RUU Kementerian Negara Agun Gunandjar Sudarsa saat itu menyatakan, RUU tersebut dapat disetujui menjadi UU dengan memberi catatan khusus terhadap apa yang diusulkan FPDIP dan FPPP.
Selain itu di bagian akhir Agun menyatakan menerima dengan catatan seperti catatan disampaikan FPDIP dan FPPP. Sedangkan Ketua DPR Agung Laksono dalam rapat paripurna itu mengambil kesimpulan bahwa RUU Kementerian Negara tetap disahkan dengan memperhatikan catatan-catatan, termasuk melakukan koreksi sesuai dengan usulan yang berkembang.
Terhadap kesimpulan Ketua sidang, peserta paripurna menyatakan setuju, oleh karenanya FPPP meminta Menkumham dan mensesneg segera melakukan koreksi perbaikan terhadap UU Kementerian Negara, dengan memasukan koperasi dan usaha kecil menengah dalam pasal 5 ayat 2 UU.
Dihubungi terpisah, mantan Ketua Pansus RUU Kementerian Negara Agun Gunandjar Sudarsa mengklaim bahwa persoalan tersebut sudah selesai setelah dilakukan rapat antara pimpinan DPR dan rapat pimpinan fraksi. Menurut dia, persoalan yang terjadi hanya perbedaan persepsi.
"Sudah tidak ada masalah lagi, semuanya sudah clear," ujar Agun.
Politisi Partai Golkar ini menyatakan, UU Kementerian Negara menjadi acuan bagi Presiden terpilih dalam menyusun kabinet. Termasuk juga batasan jumlah kementerian. "UU Kementerian Negara tinggal disosialisasikan saja," pungkasnya.