Penumpukan jamaah umumnya hanya terjadi pada waktu shalat. Karena semua keluar dalam waktu yang bersamaan, maka di pintu-pintu keluar jamaah saling berdesakan.
Beberapa jamaah masih mengeluhkan transportasi dari pemondokan mereka menuju Masjidil Haram dan sebaliknya. Kholili, jamaah asal kloter 58 Surabaya, yang tinggal di sektor II menyatakan, kendala transportasi dirasakannya terutama usai shalat Isya. “Busnya paling hanya satu atau dua, tapi penumpangnya ratusan,” ujarnya.
Di pemberhentian bus di sekitar Ja`fariyah, kata dia, juga tidak ada petugas yang berjaga. “Mereka mestinya bisa mengarahkan jamaah, siapa tahu setelah itu ada bus yang lain, sehingga jamaah tidak rebutan,” ujarnya.
Sementara itu, jumlah jamaah yang tersesat juga makin berkurang. Bila sebelumnya dalam sehari bisa mencapai 80 jamaah, maka kemarin hanya 20 jamaah saja yang tersesat. “Umumnya mereka adalah jamaah tua yang terpisah dari rombongan,” kata Kepala Sektor Khusus Masjidil Haram, Ali Saefudin.
Angka kejahatan, kata dia, juga turun menurun. Dalam sepekan ini, kata dia, hanya terdapat satu laporan kehilangan yang dialami oleh Ahmad Ghozali, jamaah asal kloter 6 Balikpapan. Ia kehilangan dompet saat tengah berdesak-desakan keluar dari pintu Babussalam.
Dalam dompet itu, katanya, tak ada uang dalam jumlah berarti. “Hanya 100 riyal dan uang Rp 2.000,” ujarnya. Namun karena KTP, SIM, dan beberapa ATM ada bersama dompet itu, maka ia harus memperoleh surat keterangan kehilangan untuk pengurusan di Tanah Air nantinya.