Namun, kenyataannya masih saja terjadi pelanggaran HAM. Kerap kali, oknum Kepolisian masih memperlihatkan arogansi kekuasan yang dimilikinya. Tengok saja, kasus penembakan warga sipil di Palembang dan kasus pengeroyokan di Depok. Hal itu, menurut anggota Kompolnas Adnan Pandupraja, menunjukan bahwa penegakan HAM di Polri hanya sebatas pada tataran kebijakan.
Tidak hanya Adnan, penasehat Kapolri Indria Samego dan Chief of Cluster for Security and Justice Partnership (Kemitraan), Laode M Syarif juga mengamini apa yang dikatakan Adnan. Karena, hasil evaluasi Partnership tahun 2009 ini, menyimpulkan dari 35 proyek, termasuk sosialisasi pemahaman dan penegakan HAM, yang mereka lakukan bersama Polri, tidak memberikan hasil maksimal. Memang, untuk tataran legislasi dan rekruitmen SDM, Laode memberi nilai "cukup memuaskan". Namun, untuk implementasi legislasi dan pengawasan, dinilai sangat kurang memuaskan.
Padahal, dana yang dikeluarkan Partenship untuk menjalankan keseluruhan proyek yang sudah dijalankan sejak 2001 sampai 2008 itu cukup besar, yakni lebih dari AS$5 juta. "Tapi apalah artinya program yang baik, apabila tidak dilaksanakan dan dilajutkan oleh Polisi. Itu tidak ada nilainya," kata Laode. Oleh karena itu, ia beranggapan masih banyak yang harus dibenahi, meski pemahaman, pelatihan dan seminar tentang HAM telah mereka berikan.
"Input yang kita terima macam-macam. Contohnya mengenai HAM. Mereka (Polri) mengeluarkan Peraturan Kapolri tentang HAM, kan bagus sekali, tapi aturan itu kalau tidak dilaksanakan kan tidak ada gunanya," ujar Laode.
Sampai saat ini, Laode menilai implementasi dari Peraturan Kapolri itu masih sangat rendah. Walau belum dapat menyebutkan angka yang pasti, apabila melihat laporan atau pengaduan yang diterima Kompolnas, Komnas HAM, dan lembaga-lembaga lainnya seperti Ombudsman, institusi Polri masih menduduki peringkat tertinggi sebagai pihak yang melakukan pelanggaran HAM. Dengan demikian, Laode menyimpulkan bahwa Peraturan Kapolri itu belum dapat diimplementasikan dengan baik.
Namun, Wakadiv Humas Mabes Polri Sulistyo Ishak keberatan apabila Polri secara kelembagaan dinilai paling banyak melakukan pelanggaran HAM. Karena, Polri sendiri sudah melakukan upaya sosialisasi, mulai dari penjabaran instrumen-instrumen HAM, memasukannya dalam kurikulum pendidikan Polri, mengkuti seminar HAM, sampai membuat piranti-piranti lunak, seperti buku pedoman dan Peraturan Kapolri tentang HAM. "Upaya sosialisasi ke dalam antara lain, penjabaran instrumen HAM, penyuluhan rutin dan terprogram, pembuatan piranti-piranti lunak, pedoman, dan sebagainya. Kemudian Pendidikan di Polri, HAM ini sudah menjadi bagian dari kurikulum. Baik kurikulum di SPN ya, Secapa, Akpol, Selapa, PTIK, Sespim, bahkan sampai ke Sespati".
"Selain itu, tentunya kita mengikuti aktivitas, seminar-seminar berkaitan dengan HAM. Yang tidak kalah pentingnya, pengawasan internal dan eksternal. Secara kelembagaan di Polri, ada Itwasum, Propam, dan sebagainya. Untuk eksternal, kita tahu ada Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komnas Anak, Ombudsman. Ini lembaga-lembaga yang kesehariannya juga mengawasi tugas-tugas Kepolisian," imbuhnya.
Lebih tegas
Dalam Peraturan Kapolri itu, lanjut Sulistyo, diatur mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan semua anggota Polri. "Sehingga, ketika ada case per case yang terjadi di beberapa wilayah, kita tentunya berharap itu bukan menjadi keseluruhan dari Polisi. Itu hanya kejadian kasus per kasus," ujarnya. Dan hal itu, kata jenderal bintang satu ini, dipahami Polri secara proporsional dan profesional. Manakala terjadi pelanggaran disiplin, kode etik, maupun pidana yang ada kaitannya dengan pelanggaran HAM, "Polri tentunya akan mengambil langkah-langkah penegakan hukum".
Polri, tegas Sulistyo, tidak akan menutupi perilaku anggotanya yang melanggar. Seperti dalam kasus Palembang dan Depok. Pengawas internal Polri sudah melakukan penindakan terhadap oknum-oknum tersebut. Tidak hanya itu, mulai Januari-Oktober 2009, sudah ada 5464 oknum Polri yang ditindak karena melakukan pelanggaran disiplin, dan 1082 karena melakukan pelanggaran pidana. Dari ribuan oknum itu, 270 anggota Polri sudah divonis dengan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) alias pemecatan.
Tahun
Jenis Pelanggaran
Penyelesaian/Sisa (Belum Divonis)
PTDH
Disiplin
Pidana
Disiplin
Pidana
2004
3835
1072
2243/1592
886/186
131 org
2005
2830
679
2142/688
411/286
254 org
2006
2961
961
1681/1280
549/412
150 org
2007
5703
357
4228/1475
301/56
160 org
2008
7035
1164
4517/2518
272/892
252 org
2009 (s/d Okt)
5464
1082
1585/3872
108/974
270 org
Sumber: Data Pelanggaran Mabes Polri
Apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, khususnya 2008, jumlah anggota Polri yang dipecat lebih banyak, walau jumlah pelanggarnya lebih sedikit dari tahun 2008. Hal ini, menurut Sulistyo mengindikasikan bahwa Polri sekarang lebih tegas dalam melakukan langkah penegakan hukum. "Disamping memang kasusnya terbukti untuk diberikan vonis PTDH," tuturnya.