Ratusan DVD porno yang ditumpuk pada meja kayu Jassim Hanoun, tingginya sudah mencapai siku orang dewasa. Di meja lainnya, bertumpuk film blockbuster Hollywood , seperti ‘King Kong'. Namun siapapun tahu, penjualan film porno (blue film) pasti lebih laris manis.
"Saya punya semuanya. Apa yang Anda inginkan? Film asing, Arab, Irak , India , selebritis. Apa yang Anda suka, saya punya," ujar pemuda berusia 22 tahun itu dengan semangat, ketika koresponden AP melintas di depan dagangannya, pada sebuah jalan pusat kota Baghdad .
Jajaran DVD pornografi itu menjadi sebuah cara yang aneh untuk mengungkapkan situasi keamanan dan politik negara tersebut. Sejak Saddam Hussein ditumbangkan pada 2003 lalu, tepatnya sejak AS menginjakkan kakinya, atmosfir seolah berubah menjadi lebih bebas.
Kebebasan itu tak bertahan lama. Sebab sepanjang 2008, militan yang cenderung anarkis kerap berpatroli di jalan-jalan kota besar. Target mereka, siapa saja yang dinggap tak bermoral. Bisa disimpulkan, meski keamanan meningkat tapi pemerintahnya masih ringkih.
Selama lima bulan terakhir, pembentukan pemerintah saja mengalami deadlock. Kelangsungan bisnis Hanoun pun bergantung pada permintaan. Semakin kacau pemerintahan, semakin banyak permintaan yang ia peroleh. Hanoun berjalan di atas ketidakseimbangan kekuasaan.
Keterbukaan pornografi di Baghdad ini hampir tidak terdengar di seluruh dunia Arab, yang mengutuk keras hal semacam ini. Di beberapa negara, kecuali Libanon , Israel dan Turki, pornografi adalah sesuatu yang ilegal.
Dulu, aparat mungkin memiliki waktu untuk mengawasi satelit internasional serta memblokir situs-situs porno yang bisa diakses langsung ke rumah konsumen. Setelah Saddam terguling semua berbeda. Polisi sibuk dengan pemboman yang terjadi hampir setiap hari di Baghdad .
Pornografi pun beredar dengan bebas di jalanan. Pertanda bahwa peraturan dan norma ikut gugur bersama Saddam. Hukum tumbang seiring rontoknya rezim. Irak yang baru muncul, dimana banyak restoran membuka klub malam yang memutarkan lagu Arab, sebagai bisnis sampingan mereka.
Namun pada 2004, Irak dikuasai militan. Kelompok seperti Al Qaeda sedang berada di atas angin dan melakukan berbagai macam tindakan ekstremisme. Termasuk di antaranya merazia DVD porno di jalanan dan menangkap para pelaku yang terlibat.
"Itu pengalaman buruk. Saya langsung keluar dari bisnis porno," ujar Ammar Jamal, pedagang DVD lain yang menjajakan dagangannya dekat Hanoun. Pemuda berusia 24 tahun itu pernah ditangkap dan dipenjara selama 20 hari karena berdagang porno pada 2007.
Meski kini masih menjual film-film yang membangkitan syahwat, namun Jamal menjamin takkan ada adegan terlampau syur dalam DVD yang ia jual. Beberapa di antaranya seperti film semivulgar ‘Bare Witness' yang diperankan Daniel Baldwin. Juga ada ‘Striptease' yang melambungkan nama Demi Moore .
Harganya juga murah. Satu DVD yang seringkali terdiri dari beberapa film ia banderol seharga 1.500 dinar atau sekitar Rp10 ribu. Jamal dan Hanoun kini tak perlu lagi merasa tertekan, karena mereka bisa dibilang menikmati kondisi kacau di negaranya.
Pemerintahan PM Nouri Al Maliki sedang bersusah payah mengatasi militan yang makin merajalela, sepeninggal pasukan AS sebelum tenggat waktu 31 Agustus mendatang. Sehari setelah pengumuman AS saja, rangkaian bom di penjuru negeri menewaskan 70 orang dan melukai hampir 300.
"Kami harus menghadapi tantangan yang lebih besar, ketimbang merazia perdagangan DVD porno atau bahkan rumah bordil," ujar seorang pejabat Kementrian Dalam Negeri Afghanistan yang enggan menyebut namanya. Maka Hanoun dan kawan-kawan pun kembali ke jalan.
Ia mengaku bahaya masih ada, seperti ancaman pembunuhan. Ketika ditanya siapa, Hanoun hanya mengangkat bahunya. "Militan atau pemerintah, apa bedanya jika kita sudah mati? Ini pekerjaan terbaik," ujarnya. Apa boleh buat, sebab angka pengangguran negara ini lebih dari 20%.