Bayi tersebut umumnya terlahir dari hasil perkawinan ilegal, pemerkosaan, kawin paksa, yang dilakukan oleh majikan saat bekerja di luar negeri.
Tak sedikit bayi dari hasil hubungan tidak sah itu yang dijual, atau bahkan sengaja dibunuh karena tak sanggup menanggung malu. Namun sebagian bayi ada juga yang ditampung di Rumah Peduli Anak Tenaga Kerja Indonesia (RPA-TKI).
Pemerintah melalui Gerakan Nasional Kepedulian Sosial (GNKS) dan yayasan Puri Cikeas, bekerjasama dengan BNP2TKI dan Departemen Sosial, menggelar malam dana untuk RAP-TKI
yang diselenggarakan pada Rabu (22/12/2010) malam di hotel Bidakara, Jakarta Selatan.
Penggalangan dana ini tidak lain tujuannya untuk membangun tempat penampungan bayi tersebut.
"Kami ingin membangun rumah sendiri, tidak mengontrak lagi. Rencana di Cikeas akan dibangun di atas tanah seluas 1500 m, yang juga akan dibangun puskesmas," ujar Suratto Siswodihardjo, ketua umum GNKS, di Jakarta, Kamis (23/12/2010).
Selain itu, lanjut salah seorang yang juga menjadi penggagas RPATKI itu, pihaknya juga akan membentuk dana abadi, agar bisa menampung lebih banyak lagi bayi yang dilahirkan TKI dari hubungan tidak sah.
"Kita juga ingin membuat rumah asuhan, karena RAP-TKI adalah sifatnya sementara, hanya tempat tampungan sementara," ujarnya berharap.
RPTKI merupakan persinggahan sementara sebelum bayi-bayi tersebut dikelola oleh orang tuanya kembali atau ditempatkan kepada pihak-pihak yang secara hukum dapat menjamin keselamatan dan masa depan bayi tersebut.
Hingga saat ini, ada sekitar lebih dari 10 bayi yang sudah ditampung di RPATKI. RPTKI mengacu kepada UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan memiliki izin operasional dari Dinas Sosial Kota Tangerang No.460/40-Lemb & DS, 25 Februari 2009.