"Ini kekejaman seks terhadap anak. Pelaku layak diberi hukuman maksimal," ujar psikolog anak Seto Mulyadi, Rabu (12/1) malam, menanggapi ulah Bang Toni yang menyodomi 96 anak jalanan. "Ia telah merusak masa depan anak yang seharusnya sebagai orang dewasa bisa melindungi mereka."
Sama seperti dua pria yang sudah lebih dulu ditangkap polisi, Bang Toni juga melakukan cara yang sama dengan dua pria yang juga pengidap fedofllia itu. Fedofilia adalah kejahatan seks yang menyukai anak di bawah umur.
Babe Baikuni, 49, memasang kedok sebagai pedagang yang juga pengasuh anak jalanan, Abang Kacamata alias AVS, 24, yang sehari-hari bekerja menjadi kenek angkutan umum, rajin mengajar berenang anak.
Sedangkan Bang Toni adalah pedagang mainan keliling. Padahal, semua itu hanya alat yang digunakan untuk mendekati mangsanya. Kalau perlu dengan janji manis membelikan HP, seperti dilakukan Bang Toni yang bernama asli Sartono alias Tono. "Kalau bisa pakai mainan ya saya kasih mainan," kata Bang Toni kepada Pos Kota, Rabu (12/1) malam.
Tercatat ulah Babe menelan 222 korban. Tak hanya dijadikan pemuas nafsu, ia juga memutilasi 14 korbannya di Jakarta, Kuningan, Jabar, dan Magelang, Jawa Tengah. Kini, Babe mendekam di LP Cipinang setelah divonis mati Pengadilan Tinggi Jakarta pada 20 Desember 2010. Sedangkan aksi Abang Kacamata menelan korban 16 anak. Ia ditangkap polisi pada 20 Januari 2010.
96 REMAJA DISODOMI
Kepada polisi, Bang Toni memberi pengakuan berubah-ubah. Saat ditangkap 7 Januari, ia mengaku ada 39 bocah dan remaja yang disodomi . Hari berikutnya, ia mengaku hanya satu orang.
Berdasarkan sejumlah SMS mesum pada HP-nya, polisi mengetahui korban lebih dari satu. Belakanan, bapak empat anak dari seorang istri yang tinggal di Cirebon, Jabar, itu menyebut angka 96. Rinciannya, sejak 2006 hingga 2008 terdapat 42 korban, sedangkan hingga 2010 ada 54 yang menjadi korban kebuasan seksnya.
16 NAMA
Pemeriksaan selanjutnya, Bang Tomi mulai menyebut nama korban. "Tapi yang diingatnya hanya 16 nama. Mereka adalah remaja belasan tahun," kata Kasat Reskrim Polres Kepulauan Seribu, AKP Reynold Hutagalung. "Kecuali Har, korban terakhir, semua anak jalanan yang disodomi biasa ngamen di kereta api di Jakarta, Bekasi, Cikampek, dan Karawang
Mengenai penjualan korban kepada kaum gay, yang juga fedofil (sebutan untuk pelaku penyuka anak di bawah umur, red) , menurut kasat, Bang Toni hanya mengaku melakukannya pada Har. Remaja 14 tahun pelajar sebuah SMP di Kepulauan Seribu, itu diculik pada 25 November 2010.
Dalam penyekapan selama 43 hari, Har diekspoitasi dengan menawarkannya seharga Rp25.000 hingga Rp50.000 untuk sekali kencan. Sama seperti dirinya, kencan dilakukan di gerbong kereta, stasiun atau losmen murahan.
AKP Reynold berharap korban atau orangtua remaja yang pernah menjadi korban Bang Toni segera melapor. Caranya, bisa langsung datang ke kantor perwakilan Polres Kepulauan Seribu di Jl. Baru No. 17, Kali Baru, Cilincing, Jakut, atau telepon (021) 44135768.
JUMLAH MENINGKAT
Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) sepanjang 2010 terdapat 823 kasus kekerasan seksual pada anak. Umumnya, korban adalah anak jalanan. Angka itu meningkat tajam dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 507 kasus. "Di lapangan, jumlahnya bisa makin besar karena tak terpantau," kata Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas PA.
Diakui, kehidupan anjal sangat keras. Selain harus berjuang menghidupi diri, mereka juga rawan tindak kekerasan, apapun bentuknya. "Mereka tinggal dimana saja tanpa ada yang melindungi," ujarnya.
Parahnya, sambung Arist, orang dewasa yang dipercaya dan semestinya melindungi, justru yang merusaknya seperti yang dilakukan Babe, Abang Kacamata dan Bang Toni. Arist menyarankan lebih ditingkatkan kepedulian sosial untuk anjal. Tak cukup dengan memberinya makanan tapi juga memperlakukannya sebagai manusia.