"SBY harus mendekati ulama/agamawan, bukan sebaliknya. Itupun kalau para ulama/agamawan bersedia didekati. Tidak etis dan tak bermoral jika ulama/agamawan yang mendatangi SBY selaku umara atau penguasa," imbuh Ketua PB HMI M Chozin Amirullah MA.
Menurut rencana, SBY akan bertemu para tokoh lintas agama, antara lain Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Mgr Martinus Situmorang, Andreas Yewangoe, Buya Syafii Maarif, Franz Magnis Suseno, KH Salahuddin Wahid, dan Biku Sri Pannyavaro.
Rencana pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan para pemuka agama yang akan berlangsung Senin (17/1/2011) di Istana menimbulkan kekhawatiran kalangan aktivis dan kaum muda.
Pertemuan antara SBY dengan para tokoh lintas agama tidak bisa membuat pernyataan sikap kalangan agamawan tentang kebohongan pemerintah itu ditarik kembali. Para intelektual dan aktivis menilai pertemuan antara ulama dan umara itu tak efektif selama ada dusta di antara mereka.
Pertemuan itu juga tidak akan bermakna selama SBY tidak bekerja nyata dan hanya mengutamakan pencitraan. "Selama SBY tidak membasmi korupsi, tidak menegakkan hukum sungguh-sungguh dan tidak mengubah kebijakan neoliberalismenya menuju ekonomi konstitusi, maka stigma pemerintahan SBY sebagai pembohong tetap terpatri," kata Ray Rangkuti, aktivis antikorupsi.
Dalam rentetan sejarah Islam, sikap penguasa yang jauh dari nilai-nilai keadilan sosial dan kemanusiaan akan membuat banyak ulama/agamawan menjauhinya. Bahkan melakukan penentangan terbuka seperti yang dilakukan Imam Ahmad Bin Hanbal terhadap Khalifah al-Maimun.
Cendekiawan Muslim Al-Ghazali juga melakukan hal yang sama, meskipun tidak konfrontatif. Realitas ini, mempengaruhi pemikiran Al-Ghazali yang pesimistis terhadap kesatuan ulama dan Umara.
Imam al-Ghazali menyatakan tidak pantas dan tidak terpuji ulama mendekatkan diri kepada penguasa. Ulama yang bersentuhan dengan dinding kekuasaan dikategorikan oleh Sang Hujjatul Islam sebagai ulama su' (buruk).
Al-Ghazali hidup di masa kekuasaan Bani Abbasiah. Sebuah masa di mana penguasa berusaha mengkoptasi ulama untuk melanggengkan kekuasaan dan mendukung kebijakan penguasa.
Karena itu, sepanjang ulama/agamawan bisa menjaga independesinya di hadapan penguasa, tidak terwarnai tapi mewarnai kekuasaan dengan nilai-nilai Islam, adalah sah dan legal ulama berada dalam pagar kekuasaan.
Mengedepankan, membela, dan memperjuangkan terealisasinya nilai-nilai Islam dan kepentingan rakyat daripada kepentingan penguasa adalah sikap yang harus diambil ulama saat masuk dalam pagar kekuasaan.
Para aktivis dan intelektual muda curiga dalam pertemuan tersebut akan menjadi ruang kompromi kedua belah pihak. Karena itu kalangan tokoh agama di Indonesia diminta waspada terhadap segala usaha kompromi dan kooptasi penguasa yang ingin mengendurkan perjuangan kaum muda untuk mengawal cita-cita bangsa.
"Kami sangat mengapresiasi sikap tokoh-tokoh lintas agama beberapa hari yang lalu untuk melakukan perubahan, tapi kami mengingatkan agar para tokoh agama tidak terkooptasi atau mundur dari langkahnya sekarang," kata Ketua IMM Ton Abdillah Haz.
Hal senada juga diungkapkan Ketua PB-PII M Abe dan Ketua Presidium Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Stefanus Gusma di Jakarta, Minggu (16/1/2011).
Ton Abdillah, Abe, dan Stefanus Gusma sepakat bahwa pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono dalam pandangan rakyat Indonesia sebagai pemerintah yang pembohong, banyak janji namun tak pernah mewujudkanya.
"Akibatnya, rakyat hanya dijadikan obyek saja yang harus mengikuti permainan SBY-Boediono. Karenanya, langkah SBY melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh lintas agama, dinilai tidak efektif selama SBY hanya mengedepankan citra dan tidak ada dusta di antara mereka,'' kata Stefanus Gusma.
Himbau Pengusaha Kaya
Ulama juga seharusnya mengingatkan pengusaha, terutama yang masuk 40 orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes. Paling tidak, 40 orang kaya ikut juga memikirkan nasib bangsa mengingat selama ini mereka mengeruk kekayaaan dari sumberdaya yang ada di Tanah Air.
Seperti data Majalah Forbes Asia yang menyebutkan pengusaha Robert Budi dan Michael Hartono sebagai peringkat pertama orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan US$11 miliar atau Rp99 triliun. Dua kakak beradik itu mendapat berasal menguasai PT Bank Central Asia, Djarum, hotel, mal, serta beberapa perusahaan kelapa sawit.
Ada juga Susilo Wonowidjojo, Eka Tjipta Widjaja, Martua Sitorus, Anthoni Salim, Sri Prakash Lohia, Low Tuck Kwong, Peter Sondakh, Putra Sampoerna, Aburizal Bakrie dan Kiki Barki.
Kepedulian terhadap nasib bangsa setidaknya harus muncul dari berbagai kalangan.Tak hanya dari kalangan ulama atau agamawan saja, tetapi juga pengusaha dan orang-orang kaya. Jangan sampai kehidupan semakin jauh dari cita-cita rakyat.