Hal tersebut diungkapkan Deputi Gubernur, Muliaman Hadad. "Jadi dalam RUU JPSK yang masih akan dibahas DPR intinya ada pembagian tugas, siapa melakukan tugas apa. Ini merupakan manajemen krisis, siapa yang
menyita aset dan siapa yang mengelola aset dan menjualnya untuk mengganti dana nasabah," katanya di Gedung BI, Jumat (27/2).
Dengan demikian kalau ada bank yang kolaps, penangananannya menjadi jelas. Apalagi dalam RUU JPSK memiliki peringatan dini sehingga kalau ada yang akan mengalami masalah BI sudah turun tangan.
Namun, RUU JPSK ini tidak menggusur UU yang ada sebelumnya seperti UU Perbankan maupun UU Pasar Modal. Kalau masalahnya masih di lingkungan perbankan maka cukup dilakukan oleh BI. Namun kalau sudah melibatkan otoritas lain seperti Bapepam-LK maka harus jelas kewenangannya.
Kalau RUU Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) merupakan tiga langkah lebih ke depan dibanding negara lain. Amerika saja saat ini baru wacana untuk membentuk badang pengelola aset bank yang kolaps. Sementara di Indonesia sudah melakukan ketika krisis moneter 1997-1998
silam.
Pembagian tugas ini sangat penting karena saat ini antara krisis moneter dan krisis mikro atau perbankan sudah tidak ada perbedaannya.
Demikian juga dengan stabilitas moneter dengan kestabilan perbankan menjadi tidak dapat dipisahkan.
"Saat ini kestabilan moneter didukung oleh kestabilan sektor keuangan dan sebaliknya. Jadi harus ada koordinasi antar otoritas. Di AS krisis berawal dari krisis keuangan yang merembet ke krisis moneter," tegasnya.