DPR yang Suka Nyambi

Cuplik.Com - WAKIL rakyat semestinya mencurahkan segenap pikiran dan perhatian mereka untuk rakyat. Akan tetapi, banyak anggota DPR memiliki pekerjaan sambilan sehingga perhatian dan pikiran mereka terpecah. Mereka menduakan kepentingan rakyat dengan kepentingan pribadi.

Sedikitnya terdapat tiga pekerjaan yang dilakoni anggota DPR, yaitu artis, pengusaha, dan pengacara. Ada 17 anggota DPR periode sekarang ini yang berasal dari kalangan artis. Separuh anggota DPR, menurut Indonesia Corruption Watch, nyambi menjadi pengusaha. Sudah menjadi pengetahuan publik bahwa sejumlah anggota Komisi III DPR yang berpraktik sebagai pengacara.

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD melarang anggota DPR menyambi pekerjaan sebagai pejabat struktural di lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, pengacara, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPR serta hak sebagai anggota DPR.

Undang-undang itu jelas masih membuka celah karena yang dilarang hanya pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak anggota DPR. Seharusnya anggota DPR dilarang menyambi pekerjaan apa pun, terkait atau tidak terkait dengan tugas, wewenang, ataupun hak sebagai anggota DPR.

Sebab, anggota DPR yang memiliki pekerjaan sampingan berpotensi untuk tidak menghadiri rapat DPR karena pada saat yang sama mereka harus mengerjakan pekerjaan sampingan tersebut. Tingginya tingkat ketidakhadiran anggota DPR boleh jadi karena banyak anggota DPR yang punya pekerjaan sampingan.

Padahal, anggota DPR yang tidak menghadiri secara fisik rapat-rapat DPR selama tiga kali berturut-turut telah melanggar Kode Etik Nomor 16 Tahun 2005. Celakanya, rancangan kode etik yang baru justru memberi kelonggaran kepada anggota DPR untuk tidak menghadiri sidang selama enam kali berturut-turut. Itu jelas memberi peluang bagi anggota DPR untuk memiliki pekerjaan sampingan.

Yang paling kita khawatirkan dari anggota DPR yang memiliki pekerjaan sampingan adalah konflik kepentingan. Contohnya, anggota DPR yang juga pengusaha mendapat tender atau proyek karena posisinya sebagai anggota DPR.

Contoh lain, tidak tertutup kemungkinan anggota DPR yang berpraktik sebagai pengacara menggunakan posisinya untuk memenangkan perkara kliennya. Terlebih bila ia anggota Komisi III DPR yang membawahkan bidang hukum.

Anggota DPR yang memiliki pekerjaan sampingan juga berpotensi menerima gratifikasi. Padahal, berdasarkan undang-undang, anggota DPR dilarang menerima gratifikasi. Wakil Ketua KPK Haryono Umar pernah mengatakan uang honor menjadi bintang iklan termasuk gratifikasi yang harus dilaporkan ke KPK.

Wakil rakyat adalah warga negara yang terhormat. Akan tetapi, kehormatan itu justru dilecehkan sendiri oleh anggota DPR dengan memiliki pekerjaan sampingan atau tetap mempertahankan pekerjaan utamanya sebelum menjadi anggota DPR sehingga menjadikan wakil rakyat sebagai pekerjaan sampingan.

Kita harus belajar dari Thailand yang memberhentikan Perdana Menteri Samak Sundaravej karena menerima uang dari hasil mengasuh acara memasak di televisi.