"DPR mengatakan, bukan penetapan saja melainkan juga pengaturan. Pemerintah mengatakan, kalau pengaturan, itu kan sudah ada dalam Undang-Undang SJSN (Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional)," kata Patrialis di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (7/4/2011).
Patrialis juga menepis tudingan yang mengatakan adanya tarik-menarik kepentingan di antara sejumlah kementerian yang ikut membahas RUU BPJS.
"Pemerintah pikirannya satu, jadi tidak ada masalah.Pemerintah sampai hari ini menghendaki penetapan. Kalau pertemuan DPR nanti malam menyatakan penetapan, enggak lama (RUU) ini selesai," katanya.
Ia menegaskan, pihaknya menyambut baik pembahasan RUU BPJS dengan parlemen. Pemerintah tidak ingin ada RUU yang gagal.
"Rancangan undang-undang itu untuk mendapat persetujuan bersama, harus dibahas bersama pemerintah. Fungsi legislasi memang di DPR, tapi tanpa pemerintah tidak bisa," ujar Patrialis.
Sebelumnya, DPR memperingatkan sejumlah menteri untuk segera melanjutkan pembahasan RUU BPJS dengan parlemen. Jika tetap mogok, maka DPR akan melaporkannya kepada Presiden. Sejumlah kementerian tersebut adalah Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PPN/Kepala Bappenas, serta Kementerian BUMN.
Keberadaan UU BPJS dinilai sangat penting sebagai pengatur badan yang akan menyelenggarakan jaminan sosial bagi masyarakat. Sejak tahun 2004, UU SJSN telah disahkan. Untuk mengimplementasikan ketentuan UU SJSN, setidaknya dibutuhkan 10 peraturan pemerintah (PP) dan 11 peraturan presiden (perpres). Namun, saat ini, pemerintah baru membuat PP tentang Dewan Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dengan Perpres No 44 tahun 2008. SJSN tidak akan bisa dilaksanakan tanpa adanya BPJS. Keempat BPJS yang diamanatkan UU SJSN adalah Jamsostek, Askes, Asabri, dan Taspen.