Sabtu, 11 Januari 2025
Berdasarkan keterangan Guardian, studi yang dilakukan British Electronic Communication Harassment Organization (ECHO) di Bedford University menyebutkan maraknya cyberstalking sejalan perkembangan akses internet dan teknologi.
Survei itu dilakukan pada 250 koresponden berusia 14-74 yang memanfaatkan situs jejaring sosial, pesan elektronik, dan ponsel. Menurut penelitian itu, sebagian besar korban berusia 20-39. Selain itu, studi ECHO menyebutkan bahwa penguntut biasanya tidak memiliki alasan atau motif yang jelas untuk melakukan pelecehan.
"Hanya 4% yang melaporkan bahwa dirinya dikuntit oleh mantan pacar atau orang yang pernah dekat," tulis Guardian.
Selain itu, berbeda dengan dunia nyata yang perempuan lebih sering menjadi korban penguntitan, di media internet setidaknya 37% pria dan 23% perempuan diintai orang asing.
Korban mengaku penguntit biasanya menggunakan jejaring sosial sebagai alat untuk melakukan pelecehan atau mengintimidasi. Setidaknya 20% korban sering diganggu di jejaring sosial dan 4% lainnya di situs kencan.
