Menurut dia, akar dari tindakan teror itu sangat rumit sekali, sehingga pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan aparat keamanan saja dalam mengatasi dan menyelesaikannya.
Dikatakan, semua stakeholder, seperti kementerian pendidikan dan kementerian agama serta masyarakat sipi pun harus dilibatkan.
Demikian dikatakan pengamat teroris asal Australia itu saat diskusi "Modus baru teror bom dan stabilitas daerah" di Gedung DPD, Jakarta, Rabu (20/4).
Selain akar masalah munculnya tindakan teror itu rumit, Jones juga menegaskan, saat ini pola tindakan teror sudah mulai berubah.
"Pola aksi teror sudah mulai berubah, ada ide baru yang datang melalui buku-buku yang dijual bebas. Perubahan itu pada aksi teror secara individual, cukup satu sampai dua orang saja," jelas Jones.
Menurut dia, perubahan pola itu harus disikapi serius oleh pemerintah Indonesia pasalnya semakain lama mereka akan fokus pada ‘musuh-musuh' lokal daripada asing, dengan sasaran para pejabat yang dilihat sebagai penindas.
Jones menganjurkan agar pemerintah meningkatkan usaha pencegahan ditingkat masyarakat. Selain itu, strategi-strategi pencegahan yang bersifat penegakan hukum harus dibarengi dengan memberikan pemahaman lain ke masyarakat mengenai kesalahan ajaran dari isi buku yang menjadi pegangan kelompok atau pelaku aksi teror itu.
"Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang baru dibentuk memiliki peran penting dalam mendesain dan menguji bagaimana harus mengatasi aksi teror," ujar dia.
Penguatan UU-pun, misalnya seperti tertuang di RUU tentang Intelijen yang memberi kewenangan kepada intelijen untuk menangkap, tidak bisa mengatasi semua persoalan itu
"Penangkapan tetap ada di polisi. Saya juga yakin terlalu gampang membikin UU seolah-olah itu akan menyelesaikan semua masalah, padahal ada banyak langkah-langkah yangg harus dilakukan," ungkap dia.
Misalnya, dari akar rumput yaitu melalui penyadaran kepada masyarakat bahwa memang ada ajaran yang berbahaya, dan itu harus dilawan. "Tanpa itu kita akan melihat aksi-aksi itu berlanjut terus," tutur Jones.