Frustasi dan radikalisme kaum muda terpelajar di era neoliberalisme dewasa ini, makin menguat. Para analis politik melihat, keterlibatan para sarjana itu akibat meluasnya pengangguran, jurang kaya-miskin, korupsi dan ketidakadilan sehingga radikalisme agama, makin subur.
''Kejahatan bom buku, bom Cirebon dan Serpong, ternyata melibatkan para sarjana yang relatif muda, mereka frustasi dan mampat melihat situasi, jalan pintas terorisme menjadi pilihan radikal yang celaka,'' kata Prof Ahmad Suhelmi, guru besar Fisip UI Depok.
Mabes Polri menangkap 19 tersangka pelaku bom dari 7 titik yang berbeda. Mereka terkait dengan bom buku. Buku sebagai penanda bahwa sebagian besar tersangka adalah sarjana.
"Dari 19 ini kebanyakan adalah lulusan sarjana. Tapi mereka menjadikan buku sebagai tanda bahwa mereka dari kalangan terpelajar. Usia rata-rata 30 tahun," ujar Kabagpenum Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (22/4/2011).
Menyedihkan bahwa 19 Tersangka pelaku bom ini, kemungkinan adalah dari kelompok baru dengan pola lama. Artinya, ada rekrutmen, indoktrinasi dan radikalisasi yang puncaknya adalah melakukan terorisme bom dan kekerasan. Belasan orang itu terkait dengan ancaman bom yang sudah ada maupun yang direncanakan.
Boy Amar menyatakan mereka terlibat dengan bom buku, bom Puspitek, Bom Serpong dan bom di Kota Wisata. Keterlibatan itu jelas memukul perasaan orang tua dan keluarga mereka.
Para teroris muda itu merupakan korban rekrutmen para die hard radikal. Bahkan dua dari empat orang terduga teroris yang ditangkap Datasemen Khusus 88 di Pondok Kopi, Jakarta Timur, ditengarai terlibat dalam pelatihan ala militer di Majalengka dan Kuningan. Keduanya menjadi instruktur dalam pelatihan tersebut.
"Mugi dan Darto diduga terlibat pelatihan di Majalengka mereka instrukstur pelatihan," ungkap sumber kepolisian. Sumber tersebut menjelaskan, pelatihan ala militer pernah di gelar di Bumi Perkemahan Talaga Pancar, Kampung Lengkong Kulon, Kabupaten Majalengka.
Karena aktivitas itu keburu terendus aparat desa, pelatihan yang berjumlah 30-an orang itu kemudian berpindah ke Dusun Seda, Kuningan. Aksi pelatihan terorisme itu jelas merupakan fakta bahwa keterlibatan para sarjana dan anak muda terdidik makin menyebar di berbagai kota di Jawa Barat, dimana ajaran Islam relatif kuat tertanam.
Jawa Barat merupakan kantong Islam, dan pada pemilu 1955, Partai Masyumi memenangi pemilu di kawasan ini, sementara DI/TII/NII pimpinan Kartosuwiryo juga lahir dari bumi priangan ini.