Demikian disampaikan Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil ketika dihubungi detikFinance, Minggu (1/3/2009).
"Ini adalah Sub Loan Agreement (SLA) atau penerusan utang. Utang diberikan oleh pemerintah China kepada Merpati melalui pemerintah RI. MNA (Merpati Nusantara Airlines) membayar ke China via Depkeu," katanya.
Sebelumnya, di acara World Islamic Economic Forum (WIEF) Sofyan juga menjelaskan, transaksi antara Merpati dan Xian memang ada dua model. Ada yang model business to business dan yang harus mengikutsertakan pemerintah.
"Ada yang b 2 b dan ada pemerintah harus yang campur tangan. Itu kan pemerintah dengan pemerintah," katanya.
Hal ini karena yang menandatangani utang Merpati dari pemerintah China adalah pemerintah Indonesia. Namun selanjutnya Merpati akan membayarkan utangnya ke pemerintah Indonesia melalui Depkeu.
"Yang tanda tangan itu loan dari pemerintah China kepada pemerintah Indonesia. Tapi dikaitkan dengan Merpati. Pihak Merpati harus bisa membayar utang kepada pemerintah, lalu pemerintah (bayar) ke China. Karena ini pinjaman soft loan, yang teken dulu perjanjiannya adalah Depkeu. Walau itu utang Merpati. Tapi ini disebut dengan utang terusan, penerusan utang," katanya.
Saat ditanya berapa nilai utang terusan tersebut, Sofyan menjelaskan utang tersebut disepakati dalam yuan. Sehingga dengan kondisi yuan yang menguat terhadap dolar AS saat ini, utang tersebut menjadi lebih ringan dibandingkan jika disepakati dalam dolar AS.
"Nilai utangnya kalau dalam yuan senilai 1,8 miliar yuan. Karenan kita kan kita utang ke pemerintah China itu dalam bentuk dalam yuan. Sekarang murah, karena yuan itu menguat sekali," katanya.
Menurut Sofyan, langkah ini dilakukan agar kasus Merpati tidak menghambat proyek di Indonesia lainnya. Seperti diketahui, negosiasi yang alot antara Merpati dengan Xian digunakan sebagai alat untuk menyandera pendanaan 10.000 MW.
"Kita menyelesaikan masalah itu dengan cara yang baik. Pokoknya ya harus dilesesaikan ya supaya semua proyek jalan," katanya.