Pengamat Ekonomi Drajad Wibowo menyatakan kebijakan transportasi Indonesia, baik oleh pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten terlalu menganak-tirikan sarana angkutan publik. Bis dan kereta dijadikan angkutan 'tidak berkelas'.
"Negara sedikit sekali melakukan investasi untuk jalan dan angkutan publik," Minggu (1/5/2011).
Disisi lain, lanjut Drajad, sejak Menperindag Rini Suwandi dulu, industri motor malah digenjot habis-habisan. Industri otomotif terus mengejar keuntungan besar dengan memproduksi mobil dan motor tanpa memperhitungkan kapasitas jalan. Maka dari itu, Drajad mengungkapkan terjadilah kelebihan jumlah mobil dan motor dibandingkan kapasitas jalan, terutama di kota-kota besar.
"Akibatnya, jumlah kendaraan meledak. Jalanan di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan banyak yang macet," keluhnya.
Selain itu, Drajad menyebutkan dampak lain dari meledaknya konsumsi kendaraan tersebut adalah meledaknya pula konsumsi BBM.
"Konsumsi premium meledak karena jumlah kendaraan naik drastis, sementara konsumsi premium per kendaraan tidak efisien karena jalanan macet. Hancurnya jalan lintas kota di berbagai provinsi, membuat konsumsi premium bus dan truk juga boros," ungkapnya.
Sebelumnya, jika pemerintah dan DPR memutuskan untuk menunda kebijakan pembatasan BBM subsidi dari rencana awal di April, maka konsumsi BBM subsidi akan mencapai 42,2 juta kiloliter (KL). Naik 3 juta KL dari alokasi awal 38,5 juta KL di 2011.
"Kalau sampai ditunda akan ada pembengkakan subsidi menjadi 42,2 juta KL. Padahal APBN kan 38,5 juta KL. Jadi ada selisih sekitar 3 juta KL kalau dibiarkan seperti ini," ungkap Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita Legowo saat ditemui di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, beberapa waktu lalu.