Lanjutan persidangan permohonan ini, Selasa (10/5), menghadirkan pihak Menhut yang diwakili oleh Staf Khusus Budi Riyanto. Dia menyatakan mengacu pada UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan PP No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan menunjukkan kewenangan Menteri Kehutanan (Menhut) bukan kewenangan yang bersifat tunggal. Namun, bersifat konkuren antara bupati/walikota dan gubernur. Sebab, penunjukkan kawasan hutan baik di wilayah provinsi atau kabupaten/kota didasarkan usulan dari gubernur dan walikota/bupati.
Demikian pendapat dari Menhut selaku termohon dalam sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN) yang dimohonkan oleh Bupati dan Ketua DPRD Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur yang disampaikan oleh Staf Khusus Menhut Budi Riyanto di Gedung MK Jakarta, Selasa (10/5).
Budi mengatakan Pasal 19 UU Kehutanan telah memberikan kewenangan yang begitu besar bagi gubernur/bupati dalam penetapan kawasan hutan. Sebab, selain sebagai instansi penyelenggaran pemerintahan daerah yang berwenang mengusulkan perubahan status dan fungsi kawasan hutan, juga berkedudukan sebagai Ketua Panitia Tata Batas Kawasan Hutan guna menentukan batas-batas kawasan hutan di lapangan.
"Kewenangan Menhut hanya bagian akhir suatu proses yakni hanya penetapan fungsi kawasan hutan," katanya.
Budi tak sependapat dengan dalil pemohon yang menyatakan bahwa hilangnya fungsi hutan pada kawasan Taman Hutan Bukit Raya Soeharto menjadi hilang pula kewenangan Menhut. Ia menuding para pemohon tak memahami UU Kehutanan karena tidak mampu membedakan antara kawasan hutan dan bukan kawasan hutan.
Ia menegaskan perubahan fungsi hutan lindung Bukit Soeharto menjadi hutan wisata, yang kemudian diubah menjadi Taman Hutan Raya, semuanya lewat usulan/rekomendasi bupati setempat yang mana pelaksanaan tata batas di lapangan juga diketuai bupati yang kemudian ditetapkan Menhut. Karena itu, penetapan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto berikut perubahannya merupakan produk beschikking (penetapan) dari Menhut.
"Jadi ini bukan domain MK untuk memutuskan karena tak kewenangan pemohon yang diambil/dikurangi," ujarnya.
Merujuk Pasal 2 ayat (1) PMK No. 08/PMK/2006 juga, termohon tidak termasuk kualifikasi sebagai lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945. Pasal 2 ayat (1) itu hanya menyebutkan yang dapat menjadi pemohon dan termohon adalah DPR, DPD, MPR, Presiden, BPK, dan Pemerintahan Daerah. Sebab, menurut Pasal 17 UUD 1945 menteri hanya sebagai pembantu presiden.
"Selain itu, seharusnya permohonan lebih tepat diajukan dalam pengujian undang-undang karena menyangkut kewenangan termohon dalam Pasal 4 ayat (2) UU Kehutanan dan hak daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah sesuai Pasal 21 UU Pemda. Jadi permohonan ini salah alamat yang bukan SKLN."
Sebelumnya, Bupati dan Ketua DPRD Penajam Paser Utara Kalimantan Timur, Andi Harahap dan Nanang Ali (pemohon) mengajukan sengketa kewenangan dengan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan selaku termohon. Sengketa ini menyangkut sengketa kewenangan terkait perizinan fungsi kawasan hutan dan eksplorasi bahan tambang di kawasan hutan yang harus kewat izin Menteri Kehutanan.
Sementara Bupati dan Ketua DPRD Penajam Paser itu mengklaim kawasan Taman Hutan Bukit Raya Soeharto yang terletak Kabupaten Sepaku, Penajam Paser Utara telah berubah fungsi menjadi wilayah transmigrasi, sehingga hilangnya fungsi itu menjadi hilang pula kewenangan Menteri Kehutanan (Menhut) di wilayah itu. Kata lain, termohon dianggap tidak berwenang dalam pengurusan kawasan hutan di Penajam Paser Utara yang mengakibatkan kerugian konstitusional pemohon.
Menurut pemohon seharusnya Pemkab Penajam Paser Utara dapat menyelenggarakan pemerintahannya secara utuh/penuh, khususnya di wilayah yang telah hilang fungsi hutan itu. Jika tidak, merupakan bentuk pelanggaran Pasal 18 ayat (1), Pasal 25A, Pasal 27, dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.