"Saya kira publik patut mempertanyakan apa motifnya dan desain penelitiannya bagaimana," kata Sekretaris FPKB DPR M.Hanif Dhakiri, Selasa (27/5/2011), menanggapi hasil survei Indo Barometer yang menemukan Soeharto lebih populer di mata rakyat dibanding dengan presiden-presiden sesudahnya.
Menurut Hanif, mengkritisi desain dan mempertanyakan motif survei Indo Barometer itu penting. "Ini agar persepsi publik tidak dijadikan legitimasi bagi kembalinya kekuatan otoritarianisme Orde Baru yang nyata-nyata merupakan the dark side (sisi kelam) sejarah Indonesia modern," imbuhnya.
Dia menambahkan, dari sisi metodologi bisa saja sebuah survei itu memenuhi kaidah-kaidah penelitian. Namun dari sisi pemilihan pertanyaan, itu hampir tidak pernah bebas nilai. Artinya, selalu ada kepentingan yang menyertai sebuah survei, baik berupa kepentingan akademik maupun politik.
Hanif misalnya mempertanyakan kenapa yang dipilih adalah pertanyaan perbandingan antara mantan presiden soeharto dengan presiden-presiden sesudahnya. "Bagaimana mungkin seseorang yang berkuasa 32 tahun dibandingkan dengan yang berkuasa hanya selama 7, 3, 2, dan bahkan 1 tahun seperti Habibie?. Itu jelas nggak apple to apple. Kalau begitu lalu maksudnya apa?" tanya politisi muda yang juga Ketua DPP PKB itu.
Menurut Hanif, pertanyaan perbandingan antara Soeharto dengan presiden Indonesia sesudahnya tidak masuk dalam logika perbandingan. Yang bisa masuk logika perbandingan, katanya, adalah apabila perbandingannya bersifat tematik, bukan umum. Misalnya, perbandingan antara kebijakan Soeharto mengenai pers dibandingkan denga kebijakan presiden lain. Kalau umum sifatnya, jelas tidak logis diperbandingkan.
Lebih lanjut Hanif meminta agar lembaga survai lebih hati-hati dalam melakukan survei persepsi. Jangan sampai survei yang mungkin maksudnya baik malah dikesankan sebagai propaganda Orde Baru. Hanif juga mengingatkan bahwa semestinya tendensi reformasi harus terus diperkuat, bukan sebaliknya. Institusi-institusi demokrasi harus terus diperkuat dan kekurangannya harus segera diperbaiki.
"Sudah banyak capaian-capaian kita sejak reformasi. Itu banyak jasa Gus Dur, SBY, Mega dan Habibie. Bahwa di sana sini masih ada kekurangan, ya mari kita benahi. Tapi jangan sampai dimentahkan semua dan lalu membuat rakyat berilusi akan masa lampau yang otoritarian serta anti-demokrasi," katanya.
Hanif mengajak semua pihak untuk menghargai, merawat dan memajukan kemenangan-kemenangan yang sudah diperoleh bangsa ini sejak reformasi. Tanpa itu, katanya, bangsa Indonesia akan kehilangan harapan pada demokrasi dan pada gilirannya akan berharap pada lawan-lawan demokrasi, yaitu anarkhisme dan otoritarianisme.