"Pagi ini saya telah menandatangani SK KMA No 88 SK/6/2011 yang memberhentikan sementara Saudara Syarifuddin sebagai hakim PN Jakpus terhitung mulai 1 Juni 2011 atau sejak ia ditangkap," ujar Harifin dalam konperensi pers di ruang Prof Wirjono Prodjodikoro Gedung MA Jakarta, Senin (6/6).
Harifin mengatakan tindakan MA ini didasarkan Pasal 15 PP No. 26 Tahun 1991 tentang Tata Cara Pemberhentian Dengan Hormat, Pemberhentian Tidak Dengan Hormat, dan Pemberhentian Sementara. Beleid itu menyebutkan hakim agung atau hakim diberhentikan sementara jika dilakukan penangkapan yang dilanjutkan dengan penahanan.
"Tindakan ini juga pernah dilakukan terhadap sejumlah hakim yakni Ali Satonde, M. Asnun (KPN Tangerang), Ibrahim (Hakim PTUN Jakarta), dan terakhir Syarifuddin," ungkap Harifin yang didampingi M Hatta Ali (Tuadawas), Nurhadi (Karo Hukum dan Humas), Cicut Sutiarso (Dirjen Badilum).
Harifin berdalih MA tidak langsung memecat Syarifuddin karena lebih menjunjung asas praduga tidak bersalah dan semuanya harus menempuh prosedur hukum. "Kita tidak ingin melanggar asas praduga tak bersalah. MA juga harus memberikan contoh, menindak orang harus berdasar hukum, tidak berdasar sangkaan semata," dalihnya. "Kalau dugaan suap itu terbukti, Syarifuddin pasti dipecat."
Ia mengaku peristiwa penangkapan Syarifuddin ini merupakan pukulan terberat bagi lembaga peradilan. Sebab, di tengah upaya MA untuk melakukan pembenahan dan pembinaan masih saja ada oknum hakim yang melakukan tindakan yang sangat tercela dan memalukan itu. "MA tak akan pernah mentolerir tindakan itu baik hakim maupun pejabat atau pegawai pengadilan," tegasnya.
Meski diberhentikan sementara, Syarifuddin akan tetap menerima gaji pokok sebesar 50 persen, selain tunjangan istri dan anak juga masih diterima oleh Syarifuddin. "Ia masih menerima gaji pokok 50 persen, tetapi remunerasi dan semua tunjangan hilang, kecuali 50 persen gaji pokok serta tunjangan istri dan anak," kata dia.
Ia juga berjanji bahwa MA akan kooperatif dan membantu upaya KPK dalam mengusut kasus ini. "MA akan memberikan support dan memberikan keleluasaan KPK untuk memeriksa siapa saja yang terlibat termasuk hakim agung, KPN Jakarta Pusat, dan hakim lain, saya persilahkan untuk diusut," katanya. "Ini momentum kita untuk membersihkan lembaga peradilan dari oknum-oknum yang brengsek."
Seperti diwartakan sebelumnya, Syaruddin ditangkap KPK pada Rabu (1/6) malam di di Komplek Kehakiman Sunter, Jakarta Utara lantaran diduga menerima suap dari seorang kurator (Puguh Wirawan) terkait kasus kepailitan PT Sky Camping Indonesia (SCI) dimana Syarifuddin bertindak sebagai hakim pengawas. Dalam penangkapan itu, petugas KPK menyita uang Rp250 juta dan beberapa mata uang asing bernilai miliaran rupiah.
Dana suap itu merupakan hasil penjualan harta debitur (boedel) pailit yang seharusnya untuk kepentingan debitur pailit dalam memenuhi kewajibannya kepada para kreditur. Namun, aset diubah kurator menjadi aset non-boedel milik PT SCI yang dipailitkan pada 2006. Aset yang dijual itu berupa tanah di Bekasi yang dibeli oleh seorang pengacara kondang dan juga pengurus organisasi advokat.
Sehari setelah penangkapan, KPK telah menetapkan Syarifuddin dan Puguh Wiryawan sebagai tersangka atas dugaan suap itu. Kini, keduanya mendekam di Rutan Cipinang dan Polda Metro Jaya guna kepentingan penyidikan.
Apresiasi KY
Terpisah, Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Asep Rahmat Fajar mengapresiasi tindakan MA memberhentikan sementara hakim Syarifuddin. "Kita apresiasi betul, MA cepat merespon kondisi kasus ini karena memang PP No. 26 Tahun 1991 sudah jelas mengatur itu," kata Asep di Gedung KY.
Menurut Asep adanya sanksi terhadap Syarifuddin itu, pihak KY tidak perlu lagi melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik terhadap yang bersangkutan. Namun, pihaknya tetap menelusuri dugaan pelanggaran kode etik dalam kasus yang lain, khususnya kasus bebasnya Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamuddin dari jerat hukum di PN Jakpus beberapa waktu lalu.
"Dugaan pelanggaran kode etik dalam kasus lain akan tetap kita telusuri, khususnya dalam kasus Agusrin. Kasus suap hakim Syarifuddin ini bisa menjadi entry point kita baik kasus suap kepailitan PT SCI maupun kasus Agusrin," pungkasnya. "Atau mungkin juga ada hakim lain yang terlibat dalam kasus ini, KY juga akan telusuri."
Ia mengaku pihaknya tengah melakukan telaah atas hasil pemantauan sidang kasus Agusrin dan kajian terhadap putusan bebasnya Agusrin. Sebab, kasus Agusrin tidak hanya mengandung unsur suap, tetapi juga dugaan unprofessional conduct (pelanggaran kode etik) dan beberapa kejanggalan yang diungkap ICW yang akan menjadi informasi tambahan buat KY.