Polda selaku pihak pembanding pada 17 Juni 2011 menyambangi panitera PN Jakarta Selatan membawa memori banding No.58/Akta/2011/PN.Jkt.Sel. Pembanding, dalam memori bandingnya menunjuk AKBP Syamsurizal, AKBP Frida Maria, AKBP Sudiro, dan Bripka M Hasudungan sebagai kuasa hukum. Dalam memori banding yang didapatkan, pembanding keberatan terhadap pertimbangan judex factie hakim tunggal Ida Bagus Dwiyantara. Pertimbangan hukum Dwiyantara sudah masuk ke materi pokok perkara.
Dalil lainnya, judex factie Dwiyantara dalam pertimbangan hukumnya hanya mempertimbangkan akta No.09 tertanggal 21 Oktober 2009 dengan dikaitkan akta No.07 tanggal 3 April 2006. Pembanding berpandangan judex factie seyogianya mempertimbangakan akta No.06 tertanggal 3 April 2006 perihal pengakuan hutang dalam pasal 2 yang menyebutkan, "setiap pembayaran yang dilakukan pihak pertama (Mario Alisjahbana) merupakan pelunasan sebagian dari hutangnya kepada pihak kedua (Jesudass Sebastian) dan secara langsung mengakibatkan pengurangan jumlah saham di perseroan yang digadaikan kepada pihak kedua".
Poloda Metro Jaya tidak sependapat dengan pertimbangan hakim Dwiyantara. Dalam pertimbangan hukum, hakim Dwiyantara merujuk ketentuan Pasal 266 KUHP lantaran ada kejanggalan dalam akta perdamaian No.228/Pdt.G/2009/PN/Bks tanggal 16 Juli 2009. Kedua perusahaan yang notabene milik Mario itu PT Penerbit Pustakawidya Utama dan PT Dian Rakyat saling gugat yang berujung damai. Hakim menilai janggal lantaran pemegang saham kedua perusahaan adalah orang yang sama yakni Mario.
Pembanding berdalih pertimbangan hakim Dwiyantara tidak tepat. Sebab, kedua perusahaan itu merupakan dua badan hukum yang mempunyai hak dan kewajiban hukum. Bukan sebaliknya, perkara antara Mario Alisjahbana dengan PT Dian Rakyat yang telah memiliki status badan hukum tidak dapat disamakan dengan perorangan. "Yang hanya pemegang saham minoritas dengan kepemilikan saham hanya sebelas persen dan bukan sebagai pemegang saham pengendali," sebut dalam memori banding.
Selain itu, pembanding menilai judex factie yang menyatakan pembuatan akta perdamaian No.228/Pdt.G/2009/PN/Bks tanggal 16 Juli 2009 yang tidak mencantumkan status kepemilikan berdasarkan akta perjanjian gadai saham PT Penerbit Pustakawidya Utama yang meminta persetujuan Jesudass beralih ke PT Dian Rakyat. "Pertimbangan hakim tersebut adalah tidak benar karena akta perdamaian bukanlah akta pemindahan hak atau bentuk penjamin, sesuai dengan ketentuan pasal 60 ayat (2) UU No.40 tahun 2007 tentang PT," sebutnya dalam memori bandingnya.
Lebih jauh pembanding berdalih tidak adanya akta gadai saham dan atau perjanjian fidusia yang dibuat sebagai pelaksanaan akta perdamaian tersebut. Kendati begitu, pembanding berpandangan tidak akan beresiko dengan beralihnya saham Mario yang telah dijaminkan ke Jesudass kepada PT Dian. Dengan kata lain, pembanding menilai tidak serta merta Jesudass menjadi pemilik saham meskipun akta perdamaian dibuat dengan merujuk pada Pasal 1154 KUH Perdata yang menyebutkan, "kreditur tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan kepadanya menjadi miliknya".
Kontra memori
Pihak terbanding pada Selasa (28/6) lalu memberikan kontra memori bandingnya ke PN Jaksel. Penasihat hukum Jesudass, Musly Eferson dalam pesan pendeknya mengatakan dengan diserahkannya kontra memori banding sebagai upaya perlawanan terhadap memori banding pembanding. "Penyerahan memori banding sebagai bentuk perlawanan terhadap memori banding yang diajukan Polda," imbuhnya.
Dalam kontra memori bandingnya, terbanding berdalih dalil yang diajukan pembanding tidak beralasan. Sebab perihal pertimbangan hakim yang menggunakan pasal 266 KUHP dinilai sudah tepat. Menurut terbanding, jeratan pasal yang digunakan pembanding terhadap tersangka justru menggunakan Pasal 266 KUHP serta dilimpahkan berkas pemeriksaannya ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Keberatan pembanding perihal pertimbangan hukum hakim praperadilan sudah masuk ranah materi perkara, terbanding berpandangan dalil pembanding tidak beralasan. Pasalnya terbanding menilai judex factie tingkat pertama hanya memberikan penilaian terhadap perbuatan tersangka. "Apakah mengandung unsur tindak pidana atau tidak. Hanya sebatas itu saja dan tidak sampai kepada pertanggungjawaban pidana masing-masing," sebut terbanding dalam kontra memori bandinya.
Terbanding berdalih, judex factie hakim tingkat pertama sudah tepat. Perseroan Terbatas (PT) merupakan badan hukum yang secara otomatis sebagai subjek hukum artifisial. PT tidak dapat berjalan dengan sendirinya tanpa manusia. Faktanya, dalam kontra memori banding, terbanding berdalih Mario memiliki pengaruh yang menentukan pada PT Penerbit Pustakawidya Utama yang memiliki saham sebesar 99 persen. Sedangkan pada PT Dian Rakyat, Mario menjabat sebagai Presiden Direktur sekaligus pemegang saham. Sehingga terbanding menilai kedua perusahaan miliknya itu dimanfaatkan secara sengaja untuk merugikan terbanding sebagai pemegang hak gadai PT Penerbit Pustaka Widyautama.