Untuk unsur melawan hukum, penggugat menyatakan para tergugat telah melanggar sejumlah undang-undang yaitu UUD 1945, UU No 39 Tahun 1999, UU No 11 Tahun 2005, dan UU No 7 Tahun 1984. Selain itu, para tergugat juga dituding melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB).
"Adapun unsur kesalahan yang dilakukan oleh para tergugat adalah lalai menyelesaikan pembahasan RUU PRT, tidak serius memberikan perlindungan kepada PRT, tidak tercapainya Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2004-2010, serta gagalnya RUU PRT masuk dalam Program legislasi nasional 2010," ujar penggugat dalam persidangan.
Kemudian, untuk unsur kerugian, ketiadaan payung hukum menyebabkan PRT rentan menjadi korban kekerasan dan pelanggaran HAM serta diabaikannya hak-hak normatif sebagaimana buruh yang lain, dan tidak adanya sistem pemulihan hak-hak PRT yang memadai.
Ketiadaan payung hukum, menurut penggugat, juga mengakibatkan PRT mengalami kerugian materiil dan immateriil. Hal ini menunjukkan adanya hubungan kausalitas antara kelalaian pemerintah terhadap kerugian yang diderita oleh PRT. "Dengan dipenuhinya unsur-unsur PMH ini, maka jelas pemerintah telah memenuhi perbuatan melawan hukum," jelasnya.
Dalam replik, penggugat juga membantah dalil Presiden RI yang menyatakan bahwa pihaknya telah berpartisipasi aktif dalam penyusunan prolegnas yang di dalamnya terdapat RUU PRT dan revisi UU No 39 Tahun 2004. Faktanya, menurut penggugat, hingga kini pembahasan dua RUU itu tidak ada realisasinya.
Selain itu, klaim bahwa Presiden RI mendapat apresiasi dalam konferensi International Labour Organization (ILO) 2011 juga tidak membawa dampak apapun bagi perlindungan PRT Indonesia baik domestik maupun migran.
"Justru pihak internasional seperti negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), lembaga swadaya masyarakat Amnesty dan Human Rights menyampaikan catatan dan kritik atas kondisi PRT migran Indonesia. Kritikan tersebut disampaikan dalam Universal Periodic Review (UPR)," jelas penggugat.
Atas replik penggugat, para tergugat meminta waktu selama dua pekan untuk mengajukan duplik. "Sidang ditunda selama dua pekan, dan akan dilanjutkan kembali pada 20 Juli dengan agenda duplik dari para tergugat," pungkas Martin Ponto Bidara selaku hakim ketua.
Sebagaimana diketahui, gugatan warga negara ini diajukan oleh 162 orang. Selain Presiden SBY, tergugat lainnya adalah Wakil Presiden RI, Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), serta DPR.
Dalam petitumnya, penggugat meminta pemerintah untuk segera merampungkan pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.