Lebih jauh, Mualimin mengatakan jika dalam pelaksanaan Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjan terjadi penyimpangan dimana pengusaha tidak menjalankan kewajibannya, seharusnya bagi pihak yang dirugikan dapat mengadukan kepada pejabat PPNS Pengawasan Ketenagakerjaan.
Ia menilai pengujian ini sebenarnya bukan persoalan konstitusionalitas norma, melainkan persoalan implementasi norma di lapangan. "Lantaran memang pengusaha sering tidak melaksanakan kewajibannya, maka pengujian undang-undang ini menyangkut tataran implementasi," kata Mualimin.
Sementara itu, salah satu kuasa hukum pemohon, Janses E Sihaloho sependapat dengan pemerintah yang menyatakan bahwa upah proses PHK dibayar hingga putusan PHI berkuatan hukum tetap. "Kita sepakat dengan pemerintah jika upah proses PHK dibayar sampai putusan PHI berkekuatan hukum tetap," kata pengacara publik dari Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) itu. "Karena itu kita minta MK menafsirkan Pasal 155 ayat (2) itu."
Dinamika didalam sidang pleno yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Achmad Sodiki, Janses juga menyatakan akan mengajukan tiga orang ahli untuk memperkuat dalil permohonan. "Kita akan ajukan tiga orang ahli dalam persidangan berikutnya, nanti kita akan serahkan curriculum vitae-nya," kata Janses.
Seperti diketahui, Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu, Ugan Gandar, Rommel Antonius Ginting selaku korban PHK menguji Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan yang mengatur upah proses PHK. Pasal itu menyatakan selama putusan PHI belum ditetapkan, khusus perselisihan PHK dan hak, baik pengusaha dan pekerjanya tetap melaksanakan hak dan kewajibannya.
Aturan itu dalam praktiknya dinilai multitafsir. Sebab, ada yang berpendapat upah proses PHK dibayar hanya enam bulan gaji, ada juga yang menafsirkan upah proses dibayar hanya sampai keluarnya putusan PHI, dan upah proses dibayar hingga keluarnya putusan kasasi/PK di MA.
Menurut Pemohon, tidak adanya penafsiran yang tegas terhadap Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, khususnya terhadap frasa "belum ditetapkan", berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan dilanggarnya hak atas rasa adil bagi para pekerja. Terlebih, pemohon I yang anggotanya hampir seluruh karyawan Pertamina.
Karena itu, pemohon meminta tafsir konstitusional atas pasal itu karena selama ini penerapannya menimbulkan ketidakpastian hukum yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), (2) UUD 1945. Dalam arti, Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan konstitusional dengan Pasal 28D (1), (2) UUD 1945 sepanjang frasa "belum ditetapkan" ditafsirkan sampai putusan PHI mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht)