Kabut yang berasal dari asap kebakaran lahan gambut di Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Riau dan Bengkulu mulai dirasakan dampak negatifnya oleh masyarakat. Khusus di Sumatera, saat ini terdapat sekitar 200 titik api. Sekitar 70 persen titik api di antaranya berada di Sumatera Selatan.
"Kebakaran lahan atau hutan gambut jika tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah bisa jadi akan menggagalkan target penurunan emisi karbon sebesar 26 persen pada tahun 2020 seperti yang dijanjikan oleh SBY," ujar Anggota DPR RI Komisi IV F-PKS Rofi Munawar, Rabu (14/9).
Kebakaran gambut juga memiliki resiko bahaya yang lebih tinggi, Hal itu menurutnya karena gambut menyimpan cadangan karbon, sehingga apabila terjadi kebakaran maka akan terjadi emisi gas karbondioksida dalam jumlah besar. Sebagai gas rumahkaca, karbondioksida yang dihasilkan akan berdampak pada pemanasan global.
"Presiden harus mendorong pemerintah daerah dan memberikan perhatian serius kepada Kementerian Kehutanan dalam menanggulangi kebakaran gambut, karena dapat berkontribusi besar terhadap pemanasan global. jika tidak serius akan menjadi preseden tidak bagus di dunia internasional mengenai komitmen indonesia dalam kontribusi penurunan emisi karbon," jelasnya.
Sebagai informasi, lahan gambut total mencapai sekitar 18 juta ha, maka luas lahan gambut Indonesia menempati urutan ke-4 dari luas gambut dunia setelah Kanada, Rusia dan Amerika Serikat. Kalimantan Barat merupakan propinsi yang memiliki luas lahan gambut terbesar di Indonesia yaitu seluas 4,61 juta ha, diikuti oleh Kalimantan Tengah, Riau dan Kalimantan Selatan dengan luas masing-masing 2,16 juta hektar, 1,70 juta hektar dan 1,48 juta hektar.
Selain itu Rofi' menekankan soal penegakkan hukum yang sering dilakukan oleh para pembalak liar. "Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan juga harus diperkuat," tandasnya.