"Niatan menerapkan gaya pemerintahan baru untuk mengakselerasi perubahan tak akan bisa mengatasi semua persoalan bangsa yang mengemuka dewasa ini," ujar Politisi Golkar Bambang Soesatyo di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (27/9/11).
Pesimisme ini bukannya tanpa alasan. Alih-alih mengakselerasi perubahan, niat menerapkan gaya baru pemerintahan pun sudah membuat sebagian besar publik ragu.
"Karakter SBY tak mungkin berubah, karena itu gaya pemerintahannya pun tak mungkin berubah. ritmenya tetap saja lamban karena selalu diselimuti keraguan," lanjutnya.
Maka menurut Bambang, terlalu berlebihan jika mengharapkan adanya akselerasi perubahan dari formasi baru KIB-II pasca reshuffle. "Gerbong boleh baru. Tapi, kalau lokomotifnya masih sama, bagaimana mungkin mengharapkan ada akselerasi," tegasnya.
Selain itu, SBY dinilai terlalu banyaknya utang janji yg belum dipenuhi pemerintahan SBY-Boediono sudah membuat rakyat pesimis. Ada dua faktor yg menumbuhkan Pesimisme itu.
Pertama, kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan ini riilnya sdh mendekati titik nol. Tdk ada lagi yg bisa diharapkan, karena masa bhakti pemerintahan ini sudah mendekati akhir.
Kedua, pemerintahan SBY-Boediono sdh terperangkap beragam dimensi persoalan; dari kegagalan menegakan hukum, kegagalan memelihara ketertiban umum, kegagalan melindungi kepentingan nasional di sektor ekonomi hingga kegagalan menyejahterakan rakyat.
Sedangkan di bidang hukum dan pemberantasan korupsi, pemerintahan SBY-Boediono sudah terlalu banyak memberi toleransi dan kompromi.
Di bidang ekonomi, potensi nasional sdh dihancurkan oleh kebijakan liberalisasi tanpa reserve. Banjir produk impor membunuh potensi jutaan unit bisnis UMKM di dlm negeri. Di bidang pangan, Indonesia terus menjauh dari target swasembada, karena hampir 50 persen dari total kebutuhan dlm negeri dipenuhi dg impor.
"Jangan lupa, pemerintahan SBY-Boediono pun gagal mengendalikan harga kebutuhan pokok rakyat. Kesimpulannya, komitmen SBY-Boediono untuk pro rakyat tdk terpenuhi," tandasnya.