"Kita akan sisir lagi satu persatu, ayat perayat, apa ada yang hilang apa ada yang ditambah. Kalau belum selesai ya kita akan selesaikan." ujar Wakil Ketua Komisi I Tubagus Hasanuddin, di Gedung DPR RI, Kamis (29/9/11).
Dia menjelaskan bahwa jauh-jauh hari sejak tahun 2003 sampai 2004, RUU tentang intelijen sudah dikonsep, untuk itu dia menegaskan RUU intelijen ini dan tidak ada hubungannnya dengan bom yang terjadi di solo beberapa pekan lalu, seperti adanya para pengamat yang mengatakan bahwa terjadinya bom itu itu mempercepat pengesahan RUU intelijen.
"Ilmu-ilmu intelijen itu tidak bisa dibaca oleh pengamat, karena operasinya tidak bisa diamatai, kecuali peneliti intelijen," paparnya.
Terkait hal krusial dalam pembahasan RUU ini, menurutnya ada tiga penguatan, pertama, karena kelemahan intelijen itu bukan pada penangkapan tetapi kelemahan koordinasi saat melakukan sharing informasi antar penegak hukum. "Masalahnya sektoral tidak ada kewenangan informasi. Data base itu dipegang perorangan, itu tidak boleh seharusnya dan harus diserahkan. Itu nanti akan dikuatkan di RUU intelijen," jelasnya.
Kedua, lanjutnya. intelijen itu harus mempunyai daya intelektual dan pendidikan yang tinggi. "Kualitas SDM intelijen saat ini harus ditingkatkan. Aparat intelijen memiliki kemampuan, sehingga saat ini harus ditata ulang," tambahnya.
Ketiga, yakni terkait pada anggaran, "baru akan dibahas mengenai operasi intelijen yang kabarnya angarannya sebesar 200 miliar, namun masih dibahas," tandasnya.