Cuplik.Com - Jakarta - Menyoal tentang persoalan lingkungan hidup yang cukup memprihatinkan, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie menilai pemerintah kurang peka dalam menerapkan UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hal itu ditunjukkan dengan tidak seriusnya pemerintah menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Lanjutnya, kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup menjadi isu yang saat ini menggema di dunia. Relasi antara manusia dan lingkungan memasuki perspektif modern. Keduanya memiliki hak-hak yang sama. Manusia memiliki haknya, dikenal dengan HAM. Begitu pula dengan alam, dimana sumber hayati dan hewani memiliki hak untuk hidup dan lestari.
"Dalam penerapannya, UU mengenai lingkungan hidup, menjadi kurang prioritas", tutur Jimly saat berpidato pada peringatan 31 Tahun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), di Jakarta (15/10).
Menurutnya, UU 32/2009 menjadi acuan sebelum membuat kebijakan-kebijakan penting. Misalnya kebijakan terkait industri, pembangunan, pertambangan, perdagangan dan lainnya.
Kendati demikian, jika berkaca dari negara-negara lain, Indonesia masih tertinggal dalam pelestarian lingkungan hidup. Jimly menyebut, Perancis yang telah menambahkan environment charter dalam pembukaan konstitusi negara itu. Lalu Ekuador, yang secara tegas dalam konstitusinya menyatakan kesetaraan antara HAM dan lingkungan hidup.
Bagi negara-negara yang tidak sadar akan pentingnya melestarikan lingkungan hidup, kebijakan-kebijakan terkait lingkungan hidup, tidak kentara implementasinya jika hanya dituangkan ke dalam bentuk UU.
Menurut Jimly, ketentuan-ketentuan mengenai lingkungan hidup, lebih kuat jika dimasukkan ke dalam konstitusi. “Maksudnya adalah, kebijakan itu menjadi kebijakan pokok, kebijakan tertinggi dan tidak boleh dilanggar,” ujar Jimly.
Indonesia sudah memasukkan ketentuan yang bernuansa pro-lingkungan hidup dalam UUD RI 1945 Pasal 28H dan Pasal 33, ayat (4).
Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Pasal 33
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan rinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Jimly, pada kesempatan itu mengkritik pernyataan pejabat negara yang melemahkan upaya kontrol publik terhadap kinerja pemerintah menangani lingkungan hidup. Semisal, pernyataan pejabat negara tentang pembubaran organisasi Green Peace.
Pernyataan itu dinilai sebagai bentuk lemahnya kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup. "Ini menunjukkan lemahnya penghayatan terhadap pentingnya lingkungan hidup,” pungkas Jimly.
Saat ini, mayoritas negara di dunia sibuk membicarakan perubahan iklim global. Karena, ujarnya, hal ini terkait masalah kemanusiaan yang serius.
Mengingat isu ini sangat penting bagi Indonesia, dikarenakan kondisi alam yang membuat Indonesia rentan terhadap perubahan iklim. Banyaknya gunung api aktif dan berada digaris khatulistiwa, ditambah dengan ketidakmampuan mengelola lingkungan hidup, menjadi alasan utama besarnya potensi bencana di Indonesia.
Jimly menjamin, peluang bagi penggiat lingkungan hidup dalam mengawal kebijakan, peraturan dan tindakan pemerintah, terbuka lebar. Menurutnya, Mahkamah Konstitusi (MK) adalah ruang bagi mereka untuk mengubah ketentuan-ketentuan yang dianggap tidak berpihak pada pelestarian lingkungan hidup menjadi berpihak. “Bukan hanya gugatan terhadap kebijakan, tapi juga gugatan terhadap prakiek atau tindakan-tindakan pemerintahan, yang bertentangan dengan kebijakan lingkungan hidup dalam UUD, itu dapat digugat,” pungkas Jimly.
Jimly berpendapat, belajar dari pembentukan lembaga-lembaga khusus guna menangani kasus-kasus tertentu secara spesifik, seperti Komis Pemberantasan Korupsi (KPK), maka tegaknya hukum lingkungan hidup juga harus membentuk lembaga baru. Tugasnya bukan hanya sekedar menyelidik tapi juga menjalankan penyidikan terkait kasus-kasus lingkungan hidup. “Jadi kita punya KPK, Komnas HAM, Komisi Lingkungan Hidup, untuk menjamin tegakknya HAM, Lingkungan Hidup dan bebas korupsi,” tutupnya.