Cuplik.Com - Jakarta - Ketergantungan pada bahan pangan impor tak terhindarkan, karena niat merevitalisasi sektor pertanian dan perkebunan tanaman pangan dilaksanakan setengah hati, sehingga mematikan potensi ekonomi di dalam negeri.
"Di sektor industri dan UMKM, kebijakan impor yang demikian longgar malah menjadi faktor yang mematikan potensi ekonomi rakyat di dalam negeri," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, Bambang Soesatyo, Selasa (18/10/11).
Bambang menjelaskan bahwa sebagai acuan atau perbandingan pada total nilai impor bahan pangan per 2009 tercatat Rp 51,97 trilyun. Komoditi yang diimpor meliputi Gandum, Jagung, Beras, Tepung terigu, Kacang kedelai, Susu, Gula, Daging sapi hingga Garam dan Cabai.
"Impor komoditi pangan tahun ini bisa mendekati angka Rp 60 trilyun. Sebab, dalam periode Januari-Juni 2011 saja, nilai impor pangan sudah mencapai Rp 36,2 trilyun," papar Bambang.
Pertumbuhan impor, lanjutnya, produk industri terbilang sangat cepat. Tahun 2010, nilai impor mesin dan peralatan tercatat 18 miliar dolar AS, produk elektronik 14 miliar dolar AS, produk otomotif dan komponennya 13 miliar dolar AS.
Sementara, menurut Bambang, banjirnya produk impor yang tak terkendali, khususnya dari China, produktivitas sektor industri dan UMKM menjadi anjlok. Selain itu, volume penjualan produk lokal turun sangat tajam. Akibatnya, kemampuan sektor industri dan UMKM dalam penyerapan tenaga kerja pun semakin menyusut.
"Paling menggelisahkan tentu saja melihat pertumbuhan impor produk China di pasar dalam negeri," tegas Bambang.
Alhasil, SBY mengganti Marie Pangestu dari jabatan Menteri Perdagangan disambut baik oleh kalangan pengusaha, pasalnya akibat berbagai kebijakannya, Indonesia dibanjiri produk impor yang tak terkendalikan. "Itu telah membunuh dan melumpuhkan industri manufaktur serta UMKM di dalam negeri," imbuhnya.
Bambang berharap pada momentum reshuffle kabinet ini, merupakan peluang bagi Presiden SBY menunjukan kepedulian pada upaya revitalisasi potensi ekonomi dalam negeri.