Pengadilan Tipikor di Daerah Perlu Dikoreksi

Cuplik.Com - Jakarta - Hasil kunjungan kerja (Kunker) Komisi Hukum DPR RI ke Maluku Utara di daerah kepulauan, pelaksanaan PT (Pengadilan Tinggi) Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) menjadi beban bagi penuntut umum, terutama masalah teknis, karena harus menempuh jarak hingga 14 jam perjalanan untuk sampai ke PT Tipikor di Ternate.

Hal itu diungkapkan oleh Anggota Komisi III DPR RI, Eva Kusuma Sundari, menurutnya, selain hal teknis, yang jauh lebih penting adalah masalah substantif dalam pemeriksaan perkara korupsi itu tidak tuntas, sehingga membuat penuntut umum malas memproses.

"Dari semua kabupaten, ternyata Kabupaten Morotai dan Tabuha tidak melaporkan kasus korupsi. Ternyata ada kendala teknis dan substantif yang dihadapi para jaksa," papar politisi dari Fraksi PDI Perjuangan itu, Senin (7/11).

Eva menjelaskan, hal teknis tersebut, misalnya dari Kabupaten Tabuha, harus menempuh perjalanan laut-darat selama 14 jam untuk sampai ke PT Tipikor di Ternate. "Ini memerlukan biaya transport dan akomodasi yang tinggi untuk menghadirkan saksi dan ahli," jelasnya.

Kesulitan teknis tersebut, lanjutnya, menjadi parah ketika putusan para hakim tipikor amat ringan bahkan membebaskan para terdakwa. "Penuntut menjadi hilang semangat, sehingga bisa dikatakan justru kehadiran PT Tipikor menjadi kontra produktif bagi pemberantasan korupsi," terangnya.

Untuk itu Eva menawarkan solusi dengan dua pilihan cara untuk mengatasi hal tersebut. Pertama, penyelenggaraan peradilan tipikor dibuat fleksibel, "misalnya majelis hakim dihadirkan ke TKP dan proses sidang dibuat intensif," katanya.

Kedua, PT Tipikor dihilangkan tetapi memberdayakan PN (Pengadilan Negeri) yang ada dengan melaksanakan sertifikasi hakim secara luas.

"Ini lebih masuk akal, karena tindak pidana korupsi merata hingga di PN-PN. Kedua opsi tersebut bisa jadi pilihan untuk merevisi UU yang ada (UU Tipikor)," tandasnya.