Cuplik.Com - Jakarta - Tak dapat dipungkiri bahwa kelahiran KPK didasari rasa kekecewaan publik terhadap kinerja polisi dan jaksa dalam menangani persoalan korupsi, dalam proses pemilihan Pimpinan KPK saat ini, diharapkan menjadi KPK baru yang tidak mengecewakan pubik untuk menuju Indonesia baru.
"Kita tidak boleh melupakan torehan sejarah tersebut, telah ada kesadaran bersama atas persoalan bangsa, kita telah terjaga dan membahu dalam pemberantasan korupsi," ujar Anggota Komisi III DPR RI, Aboe Bakar Al Habsyi, Jumat (18/11).
Menurutnya harus diakui bahwa pada perjalanannya, KPK tidak semulus yang diharapkan. Diakui atau tidak, persoalan Antasari, Cicak Buaya, Deeponering, hingga Nazarudin, cukup mengganggu keberadaan KPK, paling tidak persoalan-persoalan tersebut menurunkan kepercayaan publik atas kembaga ini. Kepemimpinan KPK merupakan faktor penting dalam keberlangusungan lembaga ini, termasuk capaian kinerja dalam pemberantasan korupsi.
"Karenanya kualitas kepemimpinan akan berpengaruh penting terhadap keberhasilan pemberantasan korupsi di Indonesia. Bila kepemimpinan tidak kuat akan berakibat pada rendahnya kinerja pemberantasan korupsi, untuk mendapatkan hasil pemberantasan korupsi yang maksimal KPK harus dikelola dengan pilar kepemimpinan yang tepat," jelasnya.
Sulit dipungkiri, lanjutnya, selama ini KPK memiliki kendala dalam bersinergi dengan lembaga penegak hukum yang lain, kasus cicak buaya merupakan salah satu contoh titik kulminasi persoalan tersebut. Selama ini KPK juga terlihat belum maksimal menjalankan fungsi pencegahan, lembaga ini masih fokus menjalankan fungsi penindakan.
"Semakin meningkatnya jumlah kasus korupsi bukan merupakan sebuah prestasi pemberantadan korupsi, namun sebuah indikasi gagalnya peran fungsi pencegahan yang dilakukan. Demikian pula fungsi supervisi yang seharusnya dilakukan KPK belum dapat dilaksanakan secara maksimal," paparnya.
Untuk itu, Ia menginginkan Kepemimpinan KPK yang baru membawa harapan baru untuk Indonesia, sebuah harapan untuk membersihkan negeri ini dari para koruptor. Karenanya diperlukan pimpinan KPK yang memiliki konsentrasi penuh dalam menjalankan tugas ini.
"Lembaga ini tidak boleh dipimpin oleh orang yang nemiliki beban masa lalu, baik karena persoalan hukum maupun moral, tidak boleh juga dipimpin oleh profil yang cenderung retoris dan politis, kita perlu profil penegak hukum yang memiliki integritas tinggi dalam penberantasan korupsi," tegasnya.
Sebab, lanjutnya, KPK merupakan lembaga yang akan dipimpin dengan kepemimpinan kolektif, karenanya pimpinan KPK harus mampu bekerja dalam tim, saling membantu dan bersinergi, bekerjasama dalan kepentingan pemberantasan korupsi.
"Harus dihindari profil one man show, karena besarnya kewenangan yang diberikan kepada lembaga ini, maka pembentuk undang-undang melakukan kontrol melalui kepemimpinan kolektif," imbuhnya.
Selain itu, dia menyarankan, KPK harus mampu melakukan koordinasi antar lembaga terkait, para pimpinan KPK juga menguasai fungsi manajerial dengan baik, hal ini diperlukan untuk menjalankan fungsi supervisi. Banyaknya kasus korupsi yang memerlukan supervisi dari KPK harus dikelola dengan tatakelola yang baik.
"Hal ini diharapakan akan dapat mendorong kemampuan penyelesaian kasus korupsi oleh kepolisian dan kejaksaan, sehingga akan mengembalikan kepercayaan masyatakat kepada dua lembaga ini," tandasnya.