Cuplik.Com - Jakarta - Perkembangan tentang RUU Pemilu sejauh ini hanya terfokus pada kenaikan parliamentary threshold (PT), padahal penyempurnaan sistem Pemilu yang menjadi grand tema dari RUU Pemilu sejatinya tidak melulu berbicara tentang PT. Apalagi muncul kecurigaan yang menyebut kenaikan PT sebagai rencana buruk partai-partai besar untuk menggusur partai lain yang ada di Parlemen.
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Partai Golkar, Taufiq Hidayat, menilai bahwa gagasan naiknya PT hanyalah salah satu instrumen diantara gagasan-gagasan lain yang akan diperjuangkan di Pansus pemilu.
"Akan menjadi produktif jika wacana tentang perbaikan sistem pemilu diperluas dengan membuka kemungkinan adanya modifikasi sistem pemilu menjadi lebih sederhana," ujar Taufiq Hidayat di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (23/11).
Dia memaparkan, masalah utama pemilu 2009 adalah rumit dan biayanya mahal. Rumitnya sistem pemilu ini berakibat langsung pada jenuhnya pemilih terhadap cara memilih dan seringnya pemilu diadakan.
"Praktik sekarang, dalam sekali masa pemilu, pemilih dihadapkan pada proses pemilihan aggota legislatif, baik DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Belum lagi pemilu untuk memilih Presiden, Gubernur, serta Pemilihan Bupati dan Walikota," paparnya.
Untuk itu, menurutnya Fraksi Golkar akan memperjuangkan modifikasi sistem pemilu menjadi lebih sederhana dengan mengusulkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Fraksi guna dibahas di Pansus. "Poin krusial yang dapat diupayakan terkait ide penyederhanaan itu adalah dengan melaksanakan pemilu secara serentak," jelasnya.
Modifikasi pemilu yang dimaksud menurut Taufiq ada dua. Pertama, membedakan pelaksanaan pemilu lokal dan nasional (mandat terpisah). Pemilu nasional, dilakukan untuk memilih Presiden, DPR, dan DPD. Sedangkan pemilu lokal akan memilih Gubernur, DPRD provinsi, Bupati/Walikota, serta DPRD Kabupaten/Kota. Kedua, pelaksanaan pemilu nasional dengan memilih eksekutif; Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota.
"Modifikasi dua sistem ini akan mendorong terciptanya koalisi yang lebih rapi, stabil dan permanen dari pusat hingga daerah. Gilirannya, penataan politik akan lebih efisien dan efektif. Sisi positif lainnya adalah mendorong koalisi berbasis kesamaan ideologis. Sedangkan dalam hal pembarengan pilkada, tujuannya adalah mengurangi ketegangan politik di tingkat lokal," terangnya.
Namun usulan tersebut, Taufiq memperkirakan bisa dilaksanakan pada Pemilu tahun 2019. Sebab mempertimbangkan perlunya persiapan yang matang, mengingat pelaksaan pemilu tahun 2014 sudah semakin dekat. Persiapan tersebut menyangkut tahapan pemilu serta sinkronisasi masa jabatan kepala daerah sebelum Pilkada dilakukan serta keharusan adanya landasan hukum sampai RUU Pemilu ini terkodifikasi.
Meski begitu, pengaturan kerangka waktu pemilu tahun 2019 di dalam RUU Pemilu yang sedang dibahas bertujuan supaya tercipta acuan yang mengikat.
"Dalam rentang waktu sejak ditetapkannya UU Pemilu yang baru hingga menjelang pemilu 2019, perlu diadakan pengkajian yang mendalam oleh stakeholder pemilu untuk mencari solusi konsepsional terhadap masalah-masalah teknis pelaksanaan pemilu serentak tersebut," tandasnya.