Dua Kesalahan Denny Akan Buat SBY Mundur

Cuplik.Com - Jakarta - Sebagai orang kepercayaan Presiden SBY, sudah dua kali Denny Indrayana melakukan kesalahan fatal yang pada gilirannya memojokkan presiden. Yakni soal pemberian masukan posisi Jaksa Agung dan kebijakan pengetatan remisi yang tidak berdasar. Dua kesalahan itu akan menyebabkan pemakzulan terhadap SBY.

"Kesalahan fatal pertama ketika dia memberi masukan yang salah kepada Presiden SBY bahwa posisi Jaksa Agung yang kala itu dijabat Hendarman Supandji sah karena diangkat oleh presiden. Karenanya, Hendarman bisa menjabat hingga 2014," ungkap Anggota Komisi Hukum DPR RI Bambang Soesatyo, Minggu (11/12). 

Menurutnya, masukan tersebut salah total, karena gugatan yang diajukan Yusril Ihza Mahendra dipenuhi oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga Hendarman harus mundur dari jabatannya. Namun Denny bersikukuh dengan pendiriannya untuk meyakinkan publik bahwa tidak ada kelalaian di pihak presiden. "Padahal, putusan Mahkamah Konstitusi jelas-jelas membuktikan adanya kelalaian itu," jelasnya.
 
Sementara blunder kedua yang jelas-jelas bakal memojokkan posisi presiden adalah kasus kebijakan pengetatan remisi bagi terpidana koruptor dan teroris. "Kebijakan ini bisa saja menjerumuskan presiden ke dalam posisi yang rawan, karen arus dukungan bagi penggunaan instrumen hak interpelasi DPR terhadap kebijakan pengetatan remisi semakin kuat," paparnya.
 
Kemungkinan hal itu, lanjutnya, harus diantisipasi SBY, karena hingga akhir pekan lalu, jumlah anggota DPR yang membubuhkan tanda tangan mereka sebagai pendukung Hak Interpelasi Moratorium Remisi terus bertambah.

"Jumlah fraksi pendukung pun dipastikan bertambah menjadi delapan fraksi. Tidak tertutup kemugkinan akan lebih 50% dari jumlah anggota DPR bakal mendukung HI (Hak Interpelasi)," tegasnya.
 
Bambang menegaskan, dipastikan DPR dalam Interpelasi akan fokus pada tiga pertanyaan, apakah presiden tahu atau tidak tahu kebijakan itu?, Apakah kebijakan Menkumhan itu dilaporkan atau tidak dilaporkan kepada Presiden?, dan apakah presiden menyetujui atau tidak menyetujui kebijakan pengetatan remisi itu?, demikian paparnya.
 
"Kalau presiden tidak bisa mempertanggungjawabkan kebijakan itu, dan DPR berpendapat bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap undang-undang dan HAM, bukan tidak mungkin HI akan berlanjut dengan HMP (Hak Menyatakan Pendapat)," lanjutnya.

Sehingga, jika penilaian Mahkamah Konstitusi sejalan muatan HMP DPR, "maka konsekwensi berikutnya bisa sampai pada pemakzulan presiden," pungkasnya.