"Mendagri mendasarkan evaluasi Perda Miras pada Keppres 3/1997. Karena saat ini Pengendalian Miras (Perda Miras) dicantolkan hanya pada Keppres 3/1997. Padahal sementara keppres tersebut belum mendasarkan diri pada UU 32/2004, yang kemudian menjadi dasar pembagian kewenangan pusat dan daerah," ujar Sekjen DPP PPP, M Romahurmuziy, Jum'at (13/1/12).
Menurut Romy sifat miras dapat merugikan terhadap kesehatan, ketentraman, dan bahkan ketertiban masyarakat, serta dampaknya yang setara dengan narkoba dan obat-obatan psikotropika. Namun masalah Narkotika sudah diatur dalam UU 35/2009.
"semestinya pengendalian miras perlu diatur dengan peraturan setingkat UU. Kalau itu sudah diundangkan, baru kemudian Mendagri dapat melakukan evaluasi perda larangan miras yang sudah diterbitkan," tegasnya.
Menurutnya, surat Mendagri yang memerintahkan penghentian pelaksanaan Perda Miras dinilai bertentangan. Padahal menurut UU no 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pasal 9 ayat (2), dinyatakan bahwa peraturan perundangan di bawah UU yang diduga bertentangan dengan UU pengujiannya dilakukan di MA.
"Karenanya PPP mendesak Mendagri mencabut surat-surat perintah penghentian pelaksanaan perda, atau, silahkan pemerintah daerah mempertahankan Perda karena surat Mendagri tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," terangnya.
Lebih jauh Romy melihat, perintah penghentian perda tersebut memperkuat dugaan adanya persekongkolan dengan pabrik miras berkadar 0-5% (golongan A), yang sejak dulu berkeinginan dijual bebas.
"Sikap dasar PPP jelas, bahwa Miras adalah barang haram yang tidak boleh dikonsumsi umat Islam. Namun mempertimbangkan kebhinneka-an bangsa, DPP PPP sudah menginstruksikan F-PPP DPR RI untuk memasukkan agenda RUU Pengendalian peredaran Miras ini menjadi Prolegnas 2012, dalam paripurna terdekat. Semoga dengan itu, polemik soal (miras) ini bisa diakhiri," pungkasnya.