Hal itu dikatakan aktivis HAM ICTJ Usman Hamid dalam sebuah diskusi tentang "Keadilan Transisional di Indonesia setelah jatuhnya Presiden Suharto", acara digelar di Universitas Kristen Artha Wacana Kupang, NTT, Sabtu (14/1). Acara dibuka Rektor Unkris Artha Frankie Salean. Hadir sebagai pembicara rohaniawan Leo Mali, pengajar Pusham Undana, Dedy Manafe, dan peneliti sosial Pdt Yetty Maakh-Leyloh.
Usman merujuk data Koalisi Masyarakat Sipil NTT tentang maraknya investasi sektor pertambangan di NTT & kekerasan terhadap warga termasuk wartawan.
"Ada sekitar 307 kuasa dan izin usaha pertambangan di hampir semua wilayah Kabupaten NTT dari ujung Timur sampai Barat, Selatan sampai Utara. Banyak penolakan warga setempat. Jika dipaksakan, maka potensi besar terjadi pelanggaran HAM berat seperti di Bima. Ini belum termasuk Indonesia timur lain seperti Sulawesi dan Papua" kata Usman yang kini aktif di International Center for Transitional Justice (ICTJ), Sabtu (14/1/12).
Pada kesempatan yang sama, Leo Mali mengatakan, keadaan bangsa saat ini adalah hasil manipulasi sejarah dan tidak adanya tanggung jawab atas banyaknya orang mati, hilang & miskin akibat rezim otoriter Orde Baru. Indonesia perlu tulis sejarah baru, sejarah rakyat, sejarah mereka yang jadi korban ketidakadilan.
"Di NTT, tak satu pun ada wilayah bebas dari investor yang polanya mirip VOC" papar Usman yang juga aktivis Kontras itu.
Selain itu, Pendeta Yetty mengatakan bahwa sumber masalah pelanggaran HAM adalah tragedi 1965 di mana banyak orang termasuk perempuan mengalami kekerasan keji. Sementara menurut Dedy Manafe, meminta negara membuat pengadilan HAM.
Untuk itu, Usman mendesak kepada Presiden SBY dan ketua-ketua umum partai politik, harus segera mengambil langkah yang nyata.