Aliansi petani yang merupakan anggota dari Barisan Oposisi Rakyat (BOR) Indramayu, yakni Koalisi Masyarakat Desa Hutan Indramayu (KMDHI), PPC (Persatuan Petani Cantigi), Komite Persiapan - Serikat Tani Indramayu (KP-STI), bersepakat menegaskan sikap politiknya untuk menolak proyek tersebut, sebab dianggap merebut lahan yang selama ini dinikmati oleh petani setempat.
Sekjen BOR Indramayu, Sahali, menegaskan, Perhutani harus mempertimbngkan kehidupan 800 KK (Kepala Keluarga) atau sekitar 1600 jiwa petani penggarap tidak bisa menanam padi, kebijakan pola tanam merupakan program kebijakan yang menyimpang dari fungsi ekonomi hutan seperti yang diamanatkan UUD 45 pasal 33 ayat 3 ataupun UU No 5 tahun 1960 tentang agraria.
"Demi mewujudkan persatuan rakyat Indramayu, saya berharap semua kawan-kawan anggota BOR Indramayu ataupun elmen masyarakat lainnya bisa bersolidaritas bersama," katanya kepada cuplik.com Selasa (17/1/12).
Sebelumnya, pada Senin, 16 Januari 2012 ratusan petani seluruh Indramayu melakukan aksi menyerbu kantor Perhutani, DPRD dan Polres Indramayu, bahkan sampai berniat menduduki dan bermalam di depan kantor perhutani sebagai pihak yang bertanggung jawab.
Menurut Korlap aksi waktu itu, Edi, isu penolakan petani berasal dari Desa Bojongraong, Kroya, Rancaganggang, Loyang dan Cikawung, yang merupakan wilayah adanya lahan tersebut. Petani ingin menunjukkan sikap poltiknya dengan tegas. "masa sekitar ada 800 orang. Kami menduduki kantor Perhutani sebagai bentuk sikap politik petani menolak rencana proyek tersebut," terangnya.
Selain itu aktivis petani Abdul Rojak menegaskan bahwa tanah yang digarap petani itu adalah lahan negara.
"Petani juga mempunyai hak yang sama dengan perhutani sebagai pihak atau subyek hukum yang berhak untuk mengelolanya, sehingga prencanaan apapun tentang lahan, termasuk perubahan pola tanam harus didasarkan pada kepentingan petani. kalau tidak, petani atau rakyat mempunyai cara tersendiri untuk menegaskan sikapnya dalam memperjuangkan haknya," tandas Rojak.