"Pasalnya pemeriksaan negara itu harus mendapat izin dari presiden," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Abdul Hakim Ritonga di Jakarta, Jumat (6/3).
Menurutnya, kekhawatiran itu tidak terlepas dari permohonan izin pemeriksaan izin yang biasanya ke luar antara tiga sampai empat bulan kemudian.
Padahal, katanya, sesuai Undang-Undang (UU) Pemilu, penyidikan itu maksimal harus diselesaikan dalam waktu 14 hari, ditambah tujuh hari untuk penuntutan. "Peraturan itu yang tidak sesuai, hingga kita meminta fatwa ke MA," katanya.
Terlebih lagi, katanya, azas perundangan sendiri menyebutkan peraturan yang diterbitkan terbaru, mengalahkan peraturan perundangan yang lebih lama.
Oleh karena itu, ia menilai fatwa MA untuk mengatur izin pemeriksaan pejabat tersebut sangat penting menjelang pelaksanaan pemilu mendatang. "Fatwa MA untuk pemeriksaan pejabat itu, tetap penting," ujarnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) akan mendahulukan perkara yang berhubungan dengan pemilihan umum legislatif, agar tidak mengganggu pelaksanaan pemilu tersebut.
"Perkara yang berhubungan dengan pemilu legislatif, akan diprioritaskan, karena ini akan menjadi law in action," kata hakim konstitusi Muhammad Alim dalam Sidang Permohonan Uji UU Nomor 10 tentang Pemilu yang dimohonkan oleh Deny Yanuar Ali dan Umar S Bakry, Ketua dan
Sekretaris Jenderal Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) di Gedung MK, Jakarta, Jumat.