Sebelumnya, Ketua Apindo Kabupaten Bekasi Sutomo dan Sekretaris Wuryono menandatangani surat pernyataan yang berisi kesediaan untuk mencabut gugatan. Hal itu sebagai jaminan saat buruh menggelar aksi besar-besaran pada Kamis (19/1) guna membubarkan massa aksi. Namun, pasca penandatanganan itu, muncul intervensi dari Apindo Pusat. Apindo Pusat memberikan alternatif besar upah yang diberlakukan, tentunya di bawah besar UMK Bekasi yang hingga saat ini masih diperdebatkan.
"Sabotase terhadap Upah Minimum di Kab Bekasi adalah wujud dari politik upah murah yang berwatak neolib kapitalis yang menindas buruh. Jadi pertanyaannya gugatan terhadap SK Gubernur Jabar ke PTUN yang dilayangkan DPD Apindo Kab. Bekasi mewakili kepentingan siapa?" ujar Koordinator Buruh Bekasi Bergerak (BBB) Obon Tabroni, Senin (23/1).
Seperti diketahui upah Minimum Kabupaten Bekasi tahun 2012 yang sudah di SK-kan oleh Gubernur digugat oleh DPD APINDO Kab. Bekasi di PTUN Bandung. Padahal SK Gubernur tersebut adalah hasil rekomendasi dari Dewan Pengupahan Kab. Bekasi, yang dalam proses dan mekanismenya unsur organisasi pengusaha (DPD Apindo) juga terlibat aktif didalamnya (ikut berunding) sejak maret 2011.
Angka UMK Bekasi itu adalah hasil kesepakatan Dewan Pengupahan Kabupaten melalui mekanisme Voting. Soal tidak puas, maka buruh pun tidak puas terhadap angka tersebut. Karena usulan buruh di kisaran Rp 2.247.000, sementara yang disepakati hanya sekitar Rp 1.491.866.
"Walau jauh dari harapan, namun buruh terpaksa menerima angka tersebut karena menghormati mekanisme yang ada dan kesepakatan bersama," katanya.
Selain itu, lanjutnya, sampai dengan tahun 2011 di Kabupaten Bekasi ada sekitar 5000 perusahaan; yang menjadi anggota DPD Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) hanya sekitar 300 perusahaan (sekitar 5% dari total perusahaan di Kab Bekasi); Sedangkan anggota Apindo yang mengkuasakan untuk menggugat SK Gubernur hanya sekitar 125 perusahaan (hanya sekitar 2% dari total perusahaan di Kab Bekasi). Dan hanya ada 16 perusahaan yang melaporkan penangguhan pelaksanaan UMK tahun 2012 (0,3% dari total perusahaan di Kab. Bekasi).
Melihat fakta diatas, Obon menegaskan, ternyata dari 5000 perusahaan yang ada di Kab. Bekasi, hanya 2% perusahaan di Kab Bekasi yang mengkuasakan ke DPD Apindo untuk menggugat SK Gubernur Jabar. Dan hanya 0,3% perusahaan yang menempuh mekanisme penangguhan pelaksanaan UMK, itupun menurut Kadisnaker Bekasi belum diterima dan belum tercatat resmi pada Disnaker.
"Ternyata mata rantainya adalah apa yang dilakukan DPD Apindo Kab. Bekasi adalah 'pilot project' pemiskinan buruh yang sistemik. Karena bila berhasil maka akan diikuti oleh seluruh jajaran Apindo se-Indonesia," tegas Obon.
Lima Tuntutan Buruh Bekasi Bergerak
Terhadap perkembangan di atas maka BBB menyatakan hal-hal sebagai berikut: