Hal itu diungkapkan oleh Anggota Komisi III DPR RI, Eva Kusuma Sundari, Selasa (7/2). Menurutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa tiadanya konsistensi dan ketegasan Pemerintah Pusat justru penyebab rendahnya wibawa negara sehingga muncul tindakan anarkhis kelompok-kelompok masyarakat di banyak daerah.
"Dalam kasus GKI Yasmin misalnya, keputusan Pemerintah Pusat untuk menyerahkan penyelesaian ke walikota justru dimanfaatkan oleh walikota untuk melakukan pembangkangan dan penelikungan hukum sehingga sekelompok WNI terampas hak beribadah mereka," ujar Eva, yang juga Ketua Kaukus Pancasila.
Sementra, lanjut Eva, dalam UU Otonomi Daerah, soal hukum dan agama bukan wewenang Pusat yang diberikan ke daerah. Berbeda dengan negara federal, NKRI menganut sistem hukum tunggal, sehingga wewenang daerah adalah semata menjalankan putusan hukum peradilan.
"Jadi aneh kalau Jubir presiden menyatakan, intervensi presiden soal GKI Yasmin terhalang UU Pemda. Intervensi presiden wajib, dalam hal penegakkan dan pelaksanaan putusan peradilan di NKRI sebagai negara hukum," jelas Eva.
Untuk itu, Eva menegaskan, tidak ada pilihan lain bagi Pemerintah Pusat kecuali memerintahkan walikota Bogor agar mentaati putusan MA yang telah mendapatkan penguatan dari ORI (Ombudsman).
"Pemerintah Pusat harus membuktikan pernyataan presiden bahwa Hukum adalah panglima di RI dan negara tidak boleh kalah oleh premanisme baik yang dilakukan birokrat maupun ormas," pungkasnya.