"Perda itu sesat. isi pasalnya (tentang penyelesaian sengketa pilkades) menimbulkan multi-tafsir, sehingga banyak desa yang bermasalah dan tidak ada kebijakan yang jelas dari Pemda (Pemerintah Daerah Indramayu)," ujar Muhaemin, Kamis (9/2) salah satu Calon kuwu asal Desa Ujung Gebang Kecamatan Sukra, Indramayu yang belum dilantik.
Hal itu berdasarkan Perda Kabupaten Indramayu nomor 10 tahun 2010 tentang Pemrintahan Desa pasal 64 ayat (6) yang berbunyi: "Dalam hal terdapat ketidakpuasan hasil pemilihan, maka calon yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui proses peradilan".
Muhaemin menilai, bunyi pasal tersebut mengakibatkan kerancuan. Apalagi setelah mendengar keputusan dari Pengadilan Negeri (PN) Indramayu yang menyatakan bahwa pihaknya tidak berwenang untuk menyelesaikan masalah sengketa pilkades. Akibatnya ada sebagian Kuwu yang bermasalah mengajukannya ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat, namun hingga kini masih belum jelas kelanjutannya.
"Tentu kata 'melalui proses peradilan' sangat tidak jelas, kenapa tidak ditentukan saja Pengadilan mana. PN Indramayu tidak salah memutuskan begitu. Ini jelas sangat menyesatkan, dan menimbulkan kekacauan di masyarakat, bahkan rawan terjadinya konflik antar warga," jelas Muhaemin.
Untuk itu, Muhaemin mengusulkan agar Bupati Indramayu Anna Sophanah mengambil kebijakan yang tepat dan tegas untuk menghindari konflik antar warga. "sudahlah, harusnya Bupati tegas menyikapi ini, dan ke depan mari kita benahi Perda yang sesat ini, agar tidak terjadi permasalahan lagi," katanya.
Sementara, saat yang sama, Sekjen Barisan Oposisi Rakyat (BOR) Indramayu Sahali menilai, masalah sengketa pilkades yang tidak jelas penyelesaiannya itu menimbulkan 'Vacum of power' atau kekosongan kepemimpinan dalam pemerintahan Desa, sehingga dapat mengakibatkan kekacauan.
"Kondisi tersebut bagi saya menjadi salah satu indikator bahwa Pemda ternyata tidak mampu mengelola persoalan masyarakat dan merumuskan solusi alternatifnya. Sampai kapan Ketidaknyamanan ini menghantui masyarakat," kesalnya.
Menanggapi lahirnya Perda tersebut, Sahali menilai bahwa Pemda dan DPRD Indramayu dalam memproduksi Perda tidak memperkirakan apa yanga akan terjadi sehingga kredibilitasnya dipertanyakan.
"Harus dibenahi. Eksekutif dan legislatif di Indramyu tidak cerdas dalam melahirkan Perda. Asas pembuatan perda tidak diterapkan, seperti asas manfaat, asas efektifitas, dan asas lainnya." tandasnya.