"Ini menambah daftar panjang persoalan pada institusi Polri, ini merupakan bukti PR Polri untuk membenahi persoalan di internalnya belum kelar. Persoalan profesionalisme masih menjadi beban institusi ini," ujar Anggota Komisi Hukum DPR RI, Aboe Bakar Al Habsyi, Senin (20/2).
Menurutnya, Pemenuhan aparat terhadap prosedur penanganan perkara dan penggunaan senjata masih belum belum efektif di jalankan. Ia juga menilai, belajar dari kasus Jember tersebut, publik akan berpikir bahwa aparat tidak sekedar melanggar Protap di internal, melainkan juga telah melakukan abuse of power (penyalahgunaan wewenang).
"Terbukti sidang kasus ini kerap ditunda. Masyarakat juga akhirnya membaca indikasi adanya pelanggaran penggunaan senjata ini semakin kuat, terbukti sudah dua polisi yang di jatuhi hukuman kurungan selama 21 hari," papar Aboe.
Hal senada juga diungkapkan oleh Anggota Komisi III lainnya, Eva Kusuma Sundari, dia mengungkapkan, penangkapan itu harus sesuai dengan Prosedur Tetap (Protap) Polri, "Itu harus ditunjukkan apakah ada kesalahan prosedur apa tidak, kalau terjadi penyalahgunaan Protap ya harus ditindak. Teorinya harus diterapkan, harus ada penyidikan internal di Polri," ujarnya di lain tempat pada waktu yang sama.
Eva juga mengakui Protap Polri yang mengatur masalah penangkapan masih belum efektif diterapkan oleh institusi Polri, hal itu disebabkan adanya kelemahan di internal Polri terutama mengenai pendidikan anggota kepolisian yang menurutnya dinilai sangat kurang.
"Untuk pendidikan, Polisi itu tidak terampil. Ada unsur kelemahan kelembagaan. Ini problem sistemik, untuk itu kita (DPR) tengarahkan untuk meningkatkan pelatihan di tingkatan Polri" tegas politisi dari Fraksi PDI Perjuangan itu.
Sebelumnya, kemarin, pihak korban dengan didampingi oleh Kontras sudah mendatangi Mabes Polri untuk memberikan keterangannya. Sementara Kadiv Humas Polri, Saud Usman Nasution mengaku akan menindaklanjuti kasus tersebut, apakah benar ada penyalahgunaan wewenang dan tindak pidana.