Hal itu diungkapkan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panja RUU tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah Haji, Komisi VIII DPR RI dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/2).
"Kami memberikan apresiasi kepada komisi VIII untuk merevisi UU tersebut. Semangat kami adalah semangat transparansi, karena itu menyangkut ibadah, sehingga sangat penting dan perlu disikapi dengan hati-hati," kata Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas saat memberikan pandangannya dalam sidang yang dipimpin oleh Wakil Komisi VIII, Chairun Nisa.
Busyro memaparkan, beberapa temuannya mengenai kejanggalan seputar penyelenggaraan ibadah haji, salah satu yang menjadi sorotannya adalah masalah pembentukan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). Setiap tahun Menag membentuk PPIH dari berbagai unsur, seperti dari Kemenkes, Kemenhub, TNI/POLRI, Kemenlu, Kemenkumham, Sekretariat DPR, Pramuka, tenaga musiman dan lain-lain. "itu dibentuk setiap musim haji," jelasnya.
Oleh karenanya, KPK menemukan kelemahan disebabkan petugas baru membutuhkan waktu yang banyak untuk memahami tugas dan tanggungjawab serta menguasai wilayah kerjanya. KPK mencatat pada 2009 ada kurang lebih 80% petugas haji yang belum berpengalaman, sedangkan pada 2011 sekitar 70% yang dinilai belum berpengalaman.
"Mayoritas petugas adalah petugas baru, dan petugas baru diangkat berdasarkan reward atau penunjukan, sehingga menutup peluang calon lain yang kompeten," tandas Busyro.
Temuan itu disambut salah satu Anggota Panja, Muhammad Oheo Sinapoy dari Fraksi Partai Golkar, menurutnya pembentukan PPIH yang dilakukan Kementerian Agama harus dipertanyakan, sehingga dirinya berharap KPK harus terlibat dalam panitia pelaksanaan haji.
"Ada proses rekruitmen yang salah dalam menentukan panitia. Maka keterlibatan KPK dalam hal ini saya sangat mendukung sekali, bila perlu terlibat dalam tim," katanya.