Hal itu diungkapkan Oleh Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Ormas, Abdul Malik Haramain, menurutnya, secara prinsip kekerasan itu tidak ada kaitannya dengan nama Ormas karena merupakan tindak pidana, tapi tidak menutup kemungkinan Ormas tersebut bisa dibubarkan.
"Kalau ada Ormas melakukan aksi kekerasan, merusak, dan mengganggu kenyamanan, dapat dibubarkan, namun harus melalui proses pengadilan yang panjang," ujarnya, Jumat (24/2).
Malik menjelaskan, proses tersebut melalui tiga tahapan, pertama, Ormas dapat diberikan sanksi administratif, seperti surat teguran atau peringatan. Kedua, pemerintah berhak mengusulkan pengajuan pembekuan sementara melalui pengadilan selama 30 hari. Ketiga, baru pembubaran yang diputuskan oleh pengadilan. "Kalau sampai tahapan pertama masih tetap begitu (melakukan aksi premanisme), maka lanjut ke tahapan kedua dan seterusnya," terangnya.
Namun, lanjutnya, proses itu untuk Ormas yang berbadan hukum yang terdaftar pada Kementerian Hukum dan HAM. Terkait dengan itu, Malik masih belum bisa memastikan, karena masih menunggu rampungnya RUU Ormas yang saat ini sedang dibahas, terutama terkait kriteria Ormas yang harus berbadan hukum.
"Masih diperdebatkan keras terhadap Ormas yang belum berbadan hukum, masih dalam pembahasan, nanti akan dipastikan tentang kualifikasi Ormas yang wajib berbadan hukum," jelas politisi dari PKB itu.
Pada saat yang sama, Anggota Komisi II Gede Pasek Suardika, senada mengatakan, tindak kekerasan atas nama Ormas itu bukanlah tujuana dari Pdhll kehadiran ormas justru bertujuan untukk membangun perdamaian, membantu penegakan hukum, dan menciptakan keamanan dan kenyamanan masyarakat.
"yang namanya premanisme itu adalah identik dengan kekerasan, pelanggaran hukum dan ketidakamanan masyarakat. Jadi premanisme tidak bisa ditolerir bersembunyi dibalik keberadaan ormas," tandasnya.