"Itu dua hal yang berbeda sama sekali," ujar Direktur Monitoring Advokasi dan Jaringan PSHK, Ronald Rofiandri, Sabtu (25/2).
Menurutnya, tindakan kekerasan itu sudah cukup dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk melakukan penindakan. Sebab, hal itu merupakan tindak pidana sehingga pelaku yang turut serta, yang memerintahkan suatu tindak kejahatan, ataupun yang menyatakan permusuhan atau kebencian terhadap suatu golongan secara terbuka di muka umum dapat diproses.
"Masyarakat perlu paham dan waspada terhadap penggiringan wacana, seolah-olah solusi dari kekerasan yang dilakukan oleh berbagai ormas adalah UU Ormas," tegasnya.
Bahkan, Ronald justru menyerahkan permasalahn ini kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian. Tetapi, kepolisian sendiri menurutnya masih harus berhadapan dengan persoalan incapacity dan rasio jumlah polisi dan jumlah penduduk yang tidak seimbang.
"UU Ormas harusnya dicabut, bukan direvisi. Kerangka hukum yang benar dan jamak menjadi praktik adalah yayasan atau perkumpulan. Ormas itu tidak dikenal dan dia makhluk politik ciptaan Orde baru," katannya.