"Kebijakan itu hanya meletakan sektor kelautan dan perikanan menjadi objek ekploitasi yang meminggirkan jutaan nelayan tradisional yang justru penyumbang perikanan nasional 95 persen," ujar Sekjen Serikat Nelauyan Indonesia (SNI), Budi Laksana, Sabtu (30/6).
Menurutnya, konsep Ekonomi Biru akan lebih banyak meniru konsep ekonomi hijau (gran economy) yang pada pelaksanaannya banyak ditentang oleh masyarakat tani dan masyarakat adat yang tinggal di wilayah kawasan hutan.
Ia mencontohkan, program REDD (Reducing Emissions throuhg Deforestation and Forest Degradation) oleh Kemenhut, pelaksanaannya dilakukan dengan mengukur kapasitas alami dari hutan dalam menyerap dan menyimpan karbondioksida yang kemudian diperdagangkan di sejumlah pasar karbon seperti Kyoto Carbon Market dan Chicago Climate Exchange.
"Program REDD hanyalah melepas tanggung jawab negara-negara industri untuk mengurangi emisi karbon didalam negeri dan mengalihkan ke negara-negara dengan areal hutan yang luas seperti Indonesia. Pada kenyataannya petani dan masyarakat adat yang tinggal dikawasan hutan dipaksa untuk pergi dengan cara diintimidasi untuk tidak kembali," jelasnya.
Sehingga, lanjutnya, konsep Ekonomi Biru akan diulang kembali guna memberikan kesempatan korporasi untuk menanamkan investasi di sektor kelautan tanpa melibatkan peran masyarakat nelayan tradisional. "Ekonomi biru adalah bentuk ekonomi-kapitalistik yang didukung oleh negara-negara industri, yang menggesernya dari daratan kelautan," tegasnya.
Hal ini terlihat, jelas Budi, dalam UU No. 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil yang terkait Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3), menurutnya salah satu tindakan inkonstitusional yang kemudian ditolak oleh Mahkamah Konstitusi, serta UU Perikanan No. 45 Tahun 2009 yang diberikan kemudahan melakukan perizinan bagi kapal asing menangkap di Indonesia, sehuingga menyebabkan nelayan tradisional terpinggirkan.
"Hal yang sama bagaimana Coral Triangle intiative (CTI) yang mendapat sokongan dana hutang us$ 150 juta dari Amerika Serikat. CTI pada prakteknya menjadi ruang privat dan pemonopolian bagi wilayah tangkap nelayan tradisional atas nama konservasi, sehingga nelayan tradisional menjadi korban penembakan aparat keamanan dan pengusiran," paparnya.
Oleh karenanya, pihaknya mendesak pemerintah untuk menghentikan Konsep Ekonomi Biru yang hanya memperluas ekploitasi sumber daya perikanan yang didorong kepada industrialisasi perikanan yang justru akan meminggirkan jutaan nelayan tradisional di Indonesia.
"Seharusnya pemerintah mendorong nelayan tradisional dengan menyiapkan pasar yang adil bagi pengembangan kesejahteraan ekonomi keluarga nelayan, melindungi wilayah tangkap tanpa harus diusir karena nelayan tradisional sudah ada sejak turun temurun," tandasnya.