Cuplik.Com - Jakarta - Dua orang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) kembali divonis hukuman mati di Malaysia akibat membunuh pencuri asal Malaysia. Selama proses persidangan kedua TKI tersebut hanya didampingi oleh pengacara yang disewa oleh majikannya, hingga saat ini belum ada upaya pemerintah menyikapi kedua TKI tersebut.
Dua TKI tersebut, pertama, Frans Hiu (22 tahun) TKI asal Pontianak Utara, Kalimantan Barat, bekerja di salah satu Playstation di Malaysia. Kedua, Dharry Frully Hiu (20 tahun), yang juga sama bekerja di salah satu Playstation di Malaysia.
Divonis matinya kedua TKI itu dikarenakan telah membunuh seorang pencuri yang berkewarganegaraan Malaysia. Diduga si pencuri mencuri dalam keadaan sakau.
"Dari informasi jaringan di Pontianak, pemerintah Indonesia tidak memberikan pembelaan hukum yang maksimal kepada kedua TKI sehingga kedua TKI terpaksa mengajukan banding di Mahkamah Banding. Kedua TKI selama menjalani proses persidangan didampingi pengacara yang disewa oleh majikan mereka," papar Anggota Komisi Tenaga Kerja DPR, Rieke Diah Pitaloka, Senin (22/10).
Sementara, Menteri Luar Negeri mengatakan bahwa kasus termasuk terkena hukuman mati menurun 40 persen, namun, kata Rieke, jumlah kasus TKI yang terancam hukuman mati tetap banyak. Data Kementerian Luar Negeri mengatakan ada sekitar 300 TKI terancam hukuman mati.
Ia menjelaskan, dalam konstitusi UUD 1945 pasal 28I ayat 4 mengatakan "Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab Negara, terutama pemerintah", artinya peran dan tugas pemerintah untuk melindungi seluruh warga negara Indonesia di manapun juga tanpa memandang status dokumen atau tidak berdokumen.
Kronologis Kasus
Pada Desember 2010, kedua TKI sedang tidur di rumahnya, jalan 4 nomor 34, Taman Sri Sungai Pelek, Sepang, Selangor, Malaysia. Tiba-tiba Ada seorang pencuri yang masuk ke rumah mereka melalui atap. Frans berusaha menangkap pencuri bernama Kharti Raja dan sempat terjadi perkelahian. Setelah berhasil ditangkap, pencuri di kunci dari belakang belakang hingga yang bersangkutan kehabisan nafas dan meninggal.
Akhirnya setelah melalui proses pengadilan, Kemudian pada 18 Oktober 2012, dua TKI bersaudara ini divonis hukuman gantung sampai mati oleh Mahkamah Tinggi Shah Alam, Selangor Malaysia. Namun melalui pengacara mereka, Yusuf Rahman, kedua TKI tersebut akan mengajukan banding ke Mahkamah Banding (Mahkamah Rayuan),
Rekomendasi DPR Untuk Pemerintah
Berdasarkan data dan fakta di atas, maka Rieke sebagai Angota DPR yang duduk di Komisi Ketenagakerjaan mendesak, pertama, agar pemerintahan SBY Terus melakukan pembelaan dan pendampingan hukum kepada kedua TKI dalam proses banding sehingga TKI dapat dibebaskan dari vonis hukuman mati.
"Keputusan Mahkamah Tinggi Syah Alam telah mencederai rasa keadilan dan kemanusiaan. Jika TKI kita "dianggap" bersalah, maka kemungkinan besar sanksi yang diterima adalah sanksi maksimal tanpa mempertimbangkan motif dibalik tindakannya, bandingkan dengan kasus Nirmala Bonat yang disiksa oleh majikan dan majikan hingga sekarang masih belum dipenjara padahal kasus sudah delapan tahun yang lalu," paparnya.
Kedua, Mengevaluasi pejabat di KBRI hingga KJRI atas tidak adanya pendampingan hukum bagi kedua TKI sehingga kedua TKI mendapat vonis hukuman mati. "Padahal, pada Februari 2012, Jubir Satgas TKI mengatakan Indonesia sudah memiliki satu pengacara tetap untuk menangani kasus TKI/WNI yang terancam hukuman mati," jelasnya.
Ketiga, pemerintah diminta segera mengirimkan DIM (Daftar Inventaris Masalah) RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN) ke DPR agar dibahas bersama. "Supaya perlindungan kongkrit kepada TKI segera terwujud dan agar tidak terulang kembali kasus keterlambatan melakukan pendampingan dan pembelaan hukum," tandasnya.